Jumat 07 Jun 2024 07:00 WIB

FAO dan KKP Pulihkan Populasi Arwana yang Terancam Punah

Populasi ikan di perairan Barito Selatan menurun signifikan.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
FAO dan KKP lepasliarkan arwana red banjar di perairan Barito Selatan.
Foto: KKP
FAO dan KKP lepasliarkan arwana red banjar di perairan Barito Selatan.

ESGNOW.ID,  JAKARTA -- Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) melepaskan 20 ekor arwana red banjar, salah satu spesies ikan terancam punah dan berasal dari Indonesia ke Danau Haleung dan Melawen. Pelepasan ini sebagai upaya untuk merevitalisasi keanekaragaman hayati akuatik di Kalimantan Tengah.

 

Melalui proyek 'Mainstreaming Biodiversity Conservation and Sustainable Use into Inland Fisheries Practices in Freshwater Ecosystems of High Conservation Value' atau IFish, FAO bermitra dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Global Environment Facility (GEF) di Kabupaten Kapuas dan Barito Selatan untuk melestarikan populasi ikan yang menurun drastis akibat penangkapan ikan berlebihan dan degradasi habitat.

Arwana Asia (Scleropages formosus) yang memiliki empat varian utama: super red, golden, green, dan red banjar, adalah sumber budaya dan ekonomi berharga bagi komunitas lokal di Kalimantan Tengah. Mengakui peran dan status perlindungannya, FAO berupaya reintroduksi arwana red banjar ke habitat asli untuk memperbarui dan melestarikan populasinya. 

Dalam pernyataan yang diterima Republika, Kamis (6/6/2024), FAO mengatakan 10 ekor ikan dilepaskan masing-masing di Danau Haleung dan Melawen yang diidentifikasi para ahli sebagai lokasi yang cocok secara ekologi untuk reintroduksi ini. Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor-Leste, Rajendra Aryal mengapresiasi upaya masyarakat lokal dalam restorasi ekosistem ikan yang terancam punah.

"Ini adalah pembelajaran nyata untuk mengamati dampak signifikan dari kegiatan proyek di lapangan dalam bidang konservasi dan restorasi ekosistem ikan yang terancam punah," katanya. 

Ia menjelaskan proyek ini mengadopsi praktik pengelolaan data dari bawah ke atas dengan keterlibatan kuat masyarakat lokal, dibangun di atas keterampilan tradisional, pengetahuan, dan kepercayaan masyarakat adat yang menjamin tingkat partisipasi dan kepemilikan yang tinggi. 

"Selain itu, proyek IFish mengorganisir dan melatih perempuan dalam upaya konservasi, menempatkan mereka di pusat proyek untuk pemberdayaan," katanya. 

Sekretaris Daerah Kabupaten Barito Selatan Eddy Purwanto mengatakan, selama beberapa dekade terakhir, populasi ikan yang dulunya melimpah di perairan Barito Selatan mengalami penurunan yang signifikan. Ia mengatakan upaya reintroduksi akan memperkuat pengelolaan perikanan darat untuk memastikan keberlanjutan sumber daya, karena arwana red banjar adalah ikon dan kebanggaan Kabupaten Barito Selatan. 

"Kami berkomitmen untuk melanjutkan dan meningkatkan upaya baik yang dimulai dari RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah)," katanya. 

Hal senada disampaikan Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan Kabupaten Kapuas Kusmiatie. "Berdasarkan Kelompok Kerja Teknis (TWG) kami, Kabupaten Kapuas berkomitmen untuk melanjutkan program-program baik ini melalui rencana strategis," katanya. 

Dalam pernyataannya, FAO mengatakan upaya reintroduksi ini sesuai dengan pedoman teknis dari Peraturan Direktur Jenderal PRL No. 66 tahun 2022 BPSPL (Direktorat Konservasi dan Biota Perairan Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP) dan melibatkan tim spesialis. 

Perwakilan kantor Global Environment Facility (GEF) Operational Focal Point di Indonesia Eko Nugroho  mengaitkan keberhasilan proyek ini dengan manajemen berbasis masyarakat yang diterapkan IFish. 

"Keberhasilan proyek ini adalah partisipasi aktif masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya perikanan perairan darat serta dukungan pemerintah daerah melalui tata kelola dan kolaborasi yang menyeimbangkan kesejahteraan ekologi dan manusia," kata Eko.

Eko mengatakan proyek ini bisa menjadi contoh bagi daerah lain di Kalimantan maupun Indonesia, sehingga menjadi upaya bersama dalam melestarikan dan melindungi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati perairan darat. 

"Kami berharap pencapaian inisiatif baik ini dapat terus menjadi agenda pembangunan daerah berikutnya," katanya.

Pencapaian proyek ini menunjukkan bagaimana keterlibatan masyarakat dan dukungan pemerintah dapat mengarah pada pengelolaan perikanan darat yang efektif sesuai dengan tujuan kementerian. 

"IFish adalah satu-satunya proyek kerja sama di KKP saat ini yang fokus pada pengelolaan perikanan darat. Apa yang dilakukan pemerintah daerah dan masyarakat di Danau Heleung dan Melawen adalah pencapaian dalam pengelolaan perikanan darat yang bisa dijadikan model bagi daerah lain di Indonesia. Ini sejalan dengan program prioritas KKP," kata perwakilan dari Biro Humas dan Kerja Sama luar Negeri Sekertariat Jenderal KKP Sitty Hamdiyah.

Perwakilan dari kantor Koordinator Proyek Nasional IFish BPPSDMKP (Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan) Tri Handanari menekankan integrasi pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan darat (EAFM). 

"Salah satu tujuan IFish adalah memperkuat kolaborasi dalam pengelolaan perikanan darat dengan pendekatan ekosistem, yang terlihat dalam reintroduksi spesies yang terancam punah di kedua danau ini. Hal ini juga terlihat dalam pembentukan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk memastikan semua pemangku kepentingan memiliki kapasitas dan kompetensi yang baik dalam pengelolaan perikanan darat," kata Tri. 

Selanjutnya, Pemerintah Barito Selatan berencana memperluas reintroduksi arwana red banjar di tujuh danau lainnya yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi perikanan di mana kegiatan tersebut akan direplikasi oleh Pemerintah Kapuas melalui konservasi ikan.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement