ESGNOW.ID, JAKARTA -- Yayasan Kehati mendorong perusahaan-perusahaaan untuk menerapkan prinsip environment, social, and governance (ESG) dalam menjalankan bisnisnya. Upaya ini salah satunya dilakukan Yayasan Kehati dengan membuat indeks ESG serta membuat instrumen investasi di pasar modal dengan menggandeng manajer investasi.
Pada 2009, Yayasan Kehati telah menerbitkan indeks hijau bernama Indeks Saham Sustainable and Responsible Investment (SRI)-KEHATI yang mengacu pada United Nations’ Principles for Responsible Investment (PRI) dan diterbitkan bekerja sama dengan Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dengan standar pemilihan perusahaan yang menerapkan prinsip Sustainable Responsible Investment (SRI), serta prinsip ESG, saat ini Indeks SRI-KEHATI menjadi referensi bagi prinsip investasi yang menitikberatkan pada isu ESG di pasar modal Indonesia.
"Tapi pasar keuangan ini luas, pemainnya juga macam-macam, instrumennya macam-macam, jadi misalnya seperti sekarang kami ingin mempromosikan ESG, jadi kami juga harus melibatkan semua ekosistem pasar modal," kata Direktur Eksekutif Yayasan Kehati Riki Frindos dalam kegiatan Investasi ESG Menuju Indonesa Emas 2045, di Jakarta, Kamis (18/7/2024).
Riki menjelaskan masalah-masalah kerusakan lingkungan seperti polusi disebabkan aktivitas ekonomi, termasuk kegiatan bisnis yang dijalankan perusahaan. Atas alasan itu, Yayasan Kehati mendorong agar investor menaruh perhatian kepada perusahaan-perusahaan yang menerapkan ESG.
"Kami berpikir untuk mempengaruhi investor, institusi keuangan, pasar keuangan, kalau mereka memberikan pendanaan, dukungan modal ke bisnis yang ramah lingkungan, masalah lingkungan yang kita hadapi akan berkurang," kata Riki.
Riki mengatakan pendekatan Kehati ke pasar modal terutama saham karena merupakan perusahaan terdaftar dan dimiliki publik, sehingga publik memiliki kepentingan. Kehati juga akan menggelar penghargaan ESG untuk mengasesmen perusahaan-perusahaan yang sudah menerapkan ESG dalam praktik bisnisnya.
Tujuan Kehati adalah untuk mendorong perusahaan mengintegrasikan ESG ke dalam bisnis mereka. "Kami nilai mereka, kami asesmen mereka, kami peringkat mereka," kata Riki.
Ia menceritakan, empat sampai lima tahun yang lalu sulit mendapatkan data perusahaan. Karena, itu Kehati mendekati perusahaan pengelola investasi. Tujuannya agar perusahaan-perusahaan investasi itu bersedia mengalokasikan dana ke emiten dan perusahaan yang bisnisnya ramah lingkungan dan sosial.
"Karena perusahaan investasi memiliki dana, perusahaan akan mendengar mereka, perusahaan tidak akan mendengar lembaga non-profit tapi mereka mendengarkan perusahaan investasi," katanya.
Riki mengatakan saat ini Kehati memiliki 14 rekan pengelola investasi. Salah satunya adalah Mandiri Investasi, anak perusahaan Bank Mandiri yang telah meluncurkan Reksadana Sri-Kehati.
Reksadana itu merupakan saham-saham yang dipilih Yayasan Kehati berdasarkan kualitas ESG yang lebih baik dari emiten yang lain. "Pengelola investasi juga akan mendonasikan pendapatan yang mereka peroleh dari mengelola dana nasabah ke Yayasan Kehati," kata Riki.
Kemudian tim Yayasan Kehati menggunakan donasi tersebut ke berbagai program lingkungan dan sosial. Ia mengatakan jumlah donasi dari produk Reksadana Kehati sudah mencapai Rp 10 miliar per tahun. Sebagian besar program dilaksanakan di Indonesia bagian timur seperti adaptasi perubahan iklim dan ketahanan pangan.