ESGNOW.ID, JAKARTA -- Refuse Derived Fuel (RDF) merupakan salah satu teknologi pengelolaan sampah menjadi bahan bakar alternatif. Teknologi RDF saat ini menjadi komponen penting dalam skenario besar pengelolaan sampah Indonesia, sejalan dengan skenario jangka panjang pemerintah untuk melakukan Zero Waste Zero Emission karena mampu mengurangi tumpukan sampah dan mendorong pemanfaatan sampah menjadi sumber energi alternatif.
Salah satu daerah yang memiliki tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) RDF adalah Kabupaten Cilacap. Setiap harinya, TPST RDF yang terletak di Kecamatan Jeruklegi tersebut bisa mengolah 160 ton per hari, dan menghasilkan sekitar 64 ton produk RDF. Lantas seperti apa alur pengelolaan sampah menjadi RDF di Cilacap?
Ketua Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Cilacap, Sri Murniyati, menjelaskan bahwa semua sampah yang masuk ke TPST akan dipilah terlebih dahulu selama dua jam oleh para petugas hijau atau pemulung. Petugas hijau tersebut biasanya mengambil material sampah yang masih memiliki nilai. Setelah itu, sampah akan dicacah dengan mesin Shredder yang memiliki kapasitas maksimal 40 ton per jam atau 800 ton per hari.
Sampah yang telah dicacah tersebut kemudian akan dikeringkan. Menurut Sri, fasilitas pengeringan di TPST RDF berjumlah 9 Bay berkapasitas maksimal 500 ton per bay. Proses pengeringan berlangsung selama maksimal 21 hari.
“Selama proses pengeringan dilakukan turning sebanyak 3 kali. Dari kadar air kurang lebih 55 persen menjadi di bawah 25 persen dengan nilai kalori 3000 sampai 3.300 Kcal per kilogram,” kata Sri dalam kunjungan media ke TPST RDF Cilacap, Rabu (27/9/2023).
Setelah dikeringkan, material sampah akan masuk pada tahap screening. Pada tahap ini, material sampah akan dibagi ke dalam tiga output ukuran, yaitu ukuran yang kurang dari 20 milimeter disebut inert, ukuran 20 mm sampai 50 mm dikategorikan sebagai produk RDF, serta ukuran yang lebih besar dari 50 mm termasuk pada produk reject.
Produk RDF dari TPST RDF Cilacap akan dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif (energi biomassa) untuk menggantikan batu bara pada proses pembakaran di pabrik semen PT Solusi Bangun Indonesia selaku off taker. Sementara itu, inert akan dimanfaatkan sebagai cover soil di TPA, adapun reject nantinya akan dicacah dan digiling ulang untuk dikombinasikan dengan produk RDF.
Sri menjelaskan bahwa proses pengolahan sampah ini bisa mengurangi potensi pencemaran lingkungan. Sampah juga bisa terolah menjadi energi terbarukan, alih-alih hanya menumpuk dan menjadi masalah kompleks.
"Untuk terus mengoptimalkan kapasitas, kami akan terus melakukan pengembangan lain, dan harapannya semakin banyak material sampah yang bisa menjadi produk RDF," kata dia.