ESGNOW.ID, WASHINGTON -- Penelitian menunjukkan perubahan iklim menyebabkan gelombang laut memanas di daerah tropis. Hal ini mempengaruhi kehidupan hiu, paru dan spesies lainnya.
Salah satu penulis makalah ini menjelaskan tentang dampak menakutkan dari kematian massal lebih dari 260 organisme laut dari 81 spesies. Fenomena tersebut masuk dalam peristiwa gelombang dingin ekstrem di lepas pantai Afrika Selatan pada tahun 2021.
Penelitian yang diterbitkan di Nature Climate Change belum lama ini menemukan bahwa pergeseran arus laut dan sistem tekanan yang disebabkan oleh kerusakan iklim meningkatkan frekuensi dan intensitas air. Ini pada gilirannya dapat meningkatkan kerentanan spesies yang bermigrasi seperti hiu banteng.
Para ilmuwan berfokus pada peristiwa kematian massal pada 2021 yang dapat mereka lacak dengan sangat detail karena salah satu makhluk yang selamat adalah hiu banteng yang telah ditandai oleh satelit. Mereka menemukan bahwa ikan tersebut ditangkap di air yang suhunya lebih dari 10 derajat Celcius di bawah suhu yang biasa dialami spesies tropis tersebut.
Makalah ini juga merinci bagaimana hiu mengubah perilakunya dalam upaya menghindari daerah dingin. Ia berenang lebih dekat ke permukaan daripada biasanya dan bergerak di luar pola migrasi normalnya. Banyak bangkai makhluk laut yang terkena dampak terdampar di pantai Afrika Selatan, termasuk anak ikan pari manta besar yang diaborsi oleh induknya yang mengalami trauma.
“Sungguh menakutkan melihat begitu banyak spesies mati terdampar,” kata Ryan Daly, salah satu penulis makalah tersebut seperti dikutip laman The Guardian, Kamis (18/4/2024).
Daly mengaku terkejut bahkan spesies yang sangat mobile, seperti pari manta dan hiu banteng, pun ikut terperangkap dalam upwelling (pembalikan massa air).
“Anda mungkin mengira mereka akan berenang menjauh, tetapi mereka malah terjepit. Mereka tidak bisa melarikan diri,” katanya.
Untuk memahami tren yang lebih luas di balik kepunahan hiu, para ilmuwan menandai hiu lain dan menggunakan data suhu permukaan laut selama 41 tahun dan catatan angin selama 33 tahun untuk menyelidiki frekuensi dan intensitas “peristiwa mematikan” dingin di perairan arus Agulhas di Samudera Hindia dan arus Australia timur dalam 30 tahun terakhir.