Selasa 18 Feb 2025 12:18 WIB

Penertiban Kawasan Hutan Jangan Rugikan Ekonomi Masyarakat

Penertiban mesti memprioritaskan kegiatan ekonomi.

Red: Satria K Yudha
Foto udara lahan perkebunan kelapa sawit skala besar, tanaman mangrove, dan permukiman di kawasan penyangga Cagar Alam Hutan Bakau di Jambi, Rabu (10/8/2022).
Foto: ANTARA/Wahdi Septiawan
Foto udara lahan perkebunan kelapa sawit skala besar, tanaman mangrove, dan permukiman di kawasan penyangga Cagar Alam Hutan Bakau di Jambi, Rabu (10/8/2022).

ESGNOW.ID,  JAKARTA - Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Eugenia Mardanugraha mengingatkan agar penertiban kawasan hutan harus dilakukan dengan bijak. Penertiban juga mesti memprioritaskan kegiatan ekonomi yang sudah berjalan di lahan tersebut.

Hal ini mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan, yang menurut Euginia sebaiknya tidak dijalankan secara membabi buta tanpa melihat sejarah munculnya tumpang tindih lahan kelapa sawit di kawasan hutan tersebut. Sehingga, kebijakan yang diambil pemerintah tidak merugikan kepentingan masyarakat secara luas serta tidak berakibat buruk pada iklim investasi di Indonesia.

“Perpres ini tujuannya baik tapi jangan dijalankan secara membabi buta,” kata Euginia, dikutip dari keterangan resmi di Jakarta, Selasa (18/2/2025).

Menurut dia, Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan sebaiknya melakukan verifikasi lahan-lahan sawit tersebut secara detail sebelum melakukan penertiban.

Perpres Nomor 5 Tahun 2025 mengenai Penertiban Kawasan Hutan ini juga mengatur pembentukan Satgas Penertiban Kawasan Hutan yang memiliki sejumlah tugas.

Tugas tersebut yaitu melaksanakan penertiban kawasan hutan melalui penagihan dikenakan sanksi denda administratif, pidana, penguasaan kembali kawasan hutan dan pemulihan aset di kawasan hutan.

Lebih lanjut, Euginia berharap pemerintah tidak mengambil alih begitu saja, tapi harus melalui proses yang jelas dan berkeadilan. Terlebih, di atas lahan-lahan sawit tersebut, rata-rata sudah ada kegiatan ekonomi yang melibatkan banyak pihak.

“Saya kurang setuju (direbut kembali). Mereka juga sudah berkontribusi untuk Indonesia. Dulunya hutan, ditanam sawit, sawitnya dijual. Multiplier ekonominya sudah besar,” kata dia.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut dari total 16,38 juta hektare kebun kelapa sawit terdapat lebih kurang 3,3 juta hektare lahan berada di dalam kawasan hutan.

Karena itu, dia mengusulkan agar pemerintah bermusyawarah dengan seluruh pihak terkait di industri sawit untuk menemukan jalan terbaik. Kalau misalnya ada sanksi denda, hal tersebut bisa dilakukan dengan perhitungan yang jelas.

“Intinya jangan sampai menjadi lahan kosong yang tidak ada nilai ekonominya karena diambil alih oleh pemerintah. Jangan sampai nilai ekonominya turun,” ujar dia.

 

 

 

 

sumber : Antara
Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement