ESGNOW.ID, JAKARTA – Pemerintah Provinsi Bali mempercepat pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap untuk mewujudkan kemandirian energi. Pemanfaatan PLTS Atap diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pasokan listrik dari Pulau Jawa.
Gubernur Bali I Wayan Koster menyebut percepatan PLTS Atap merupakan bagian dari kebijakan strategis untuk mendorong realisasi Bali Mandiri Energi. Arahan ini mencakup instalasi PLTS Atap di gedung pemerintahan, fasilitas publik, sektor pendidikan, hingga perhotelan.
“Semua kantor pemerintah provinsi, kabupaten, kota harus pakai PLTS Atap. Juga semua hotel, vila, sekolah-sekolah, kampus, dan pasar,” kata Koster dalam siaran pers IESR, Kamis (15/5/2025).
IESR menilai langkah ini sebagai dorongan nyata untuk mengurangi ketergantungan Bali pada pasokan listrik fosil, termasuk interkoneksi kabel laut Jawa–Bali yang saat ini memasok hingga 400 MW. Ketergantungan ini dianggap menjadi titik lemah dalam sistem ketahanan energi Bali.
PLTS Atap adalah solusi cepat dan fleksibel, sangat sesuai dengan kondisi geografis serta struktur sosial-ekonomi Bali yang tersebar.
Berdasarkan analisis IESR, Bali memiliki potensi energi surya hingga 22 GW, dengan potensi PLTS Atap mencapai 3,3 hingga 10,9 GW. Namun pemanfaatannya masih di bawah 1 persen dari total potensi.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral Bali, Ida Bagus Setiawan, menegaskan bahwa percepatan PLTS Atap akan berkontribusi besar terhadap bauran energi terbarukan dan pencapaian target Bali Net Zero Emission (NZE) 2045.
“Jika percepatan dilakukan secara masif, maka bauran energi terbarukan akan meningkat signifikan. Target Bali NZE 2045 bukan lagi wacana, melainkan tujuan yang realistis,” kata Setiawan.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, pembangunan PLTS Atap dalam skala besar yang dilengkapi battery energy storage system (BESS) adalah langkah paling cepat dan murah untuk memperkuat pasokan energi di Bali. Hal ini sekaligus mengurangi risiko gangguan pasokan dari Jawa.
“PLTS Atap dan BESS bisa mengelola lonjakan permintaan listrik pascapandemi serta mengurangi tekanan kepada PLN untuk menambah pembangkit baru,” ujar Fabby.
Kajian IESR bersama CORE Universitas Udayana, termasuk dalam peta jalan Nusa Penida 100 Persen Energi Terbarukan 2030 dan Bali NZE 2045, menempatkan PLTS Atap sebagai pilar utama peningkatan bauran energi di sektor bangunan.
Selain mendukung transisi energi, pemanfaatan PLTS Atap secara masif juga berpotensi menciptakan lapangan kerja hijau, menurunkan biaya listrik, serta memperluas partisipasi masyarakat dalam transformasi energi Bali.