ESGNOW.ID, JENEWA--Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) memperingatkan bahwa kawasan Pasifik Barat Daya mengalami gelombang panas laut yang belum pernah terjadi sebelumnya. Fenomena ini berdampak pada lebih dari 10 persen permukaan laut global sepanjang 2024 dan mempercepat kehancuran ekosistem laut serta gletser tropis yang tersisa, termasuk di Papua.
Dalam laporan tahunannya yang dirilis Rabu (4/6/2025), WMO menyatakan suhu rata-rata di wilayah yang meliputi Australia, Selandia Baru, Indonesia, dan Filipina hampir setengah derajat Celsius lebih panas dibandingkan rerata periode 1991–2020.
“Sebagian besar wilayah mengalami setidaknya kondisi gelombang panas laut yang parah di beberapa titik selama tahun 2024, khususnya di wilayah dekat dan selatan khatulistiwa,” kata Blair Trewin, salah satu penulis laporan tersebut.
Gelombang panas ini telah memanaskan 40 juta kilometer persegi laut, mencetak rekor suhu permukaan tertinggi di Filipina dan Australia. Panas yang tersimpan di lautan juga tercatat sebagai yang tertinggi kedua dalam sejarah pengamatan, hanya kalah dari tahun 2022.
Tak hanya itu, peningkatan suhu turut memicu lebih banyak badai siklon yang menyebabkan kehancuran besar di Filipina pada Oktober dan November. WMO menyatakan perubahan iklim telah meningkatkan frekuensi dan intensitas badai tropis secara global.
Kenaikan permukaan laut di kawasan Pasifik Barat Daya juga terjadi lebih cepat dari rata-rata global. Kondisi ini menjadi alarm bahaya karena lebih dari separuh populasi kawasan tinggal kurang dari 500 meter dari garis pantai, membuat mereka sangat rentan terhadap banjir, abrasi, dan dampak iklim ekstrem lainnya.
Di Indonesia, ancaman nyata terlihat di Papua. Satu-satunya gletser tropis yang tersisa di wilayah Asia Tenggara, yakni di Puncak Jaya, Papua, menyusut hingga 50 persen hanya dalam satu tahun terakhir, menurut pengamatan satelit yang dikutip dalam laporan.
“Sayangnya, jika tingkat kehilangan ini terus berlanjut, gletser ini bisa hilang pada tahun 2026 atau segera setelahnya,” kata Thea Turkington, penulis laporan WMO lainnya.
Kehilangan gletser tropis Papua bukan hanya simbol mencairnya sisa-sisa es tropis di planet ini, tetapi juga bukti nyata bagaimana krisis iklim melaju cepat, bahkan di tempat-tempat yang selama ini dianggap jauh dari pusat polusi global.