ESGNOW.ID, SEMARANG -- Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang, Jawa Tengah menyebutkan, setidaknya sudah ada 106 wilayah yang menerapkan program kampung iklim (proklim) dengan upaya adaptasi dan mitigasinya terhadap perubahan iklim. "Di Semarang sudah ada 106 kampung iklim yang tersebar di 177 kelurahan. Kegiatannya, adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim yang sangat cepat," kata Kepala DLH Kota Semarang Bambang Suranggono di Semarang, Kamis (21/9/2023).
Menurut dia, program kampung iklim tersebut diinisiasi dari surat keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bahwa di setiap kabupaten/kota dengan basis terendah RW boleh membentuk kelompok kampung iklim. Kelompok kampung iklim itu, kata dia, memiliki kemampuan adaptasi terhadap perubahan iklim, misalnya dengan menanam pohon peneduh atau tanaman keras seiring dengan kondisi cuaca sekarang ini yang panas.
"Bisa juga misalnya di satu titik kampung ada sumber air. Biasanya keluar, sekarang kok enggak? Setelah dicari, ternyata sumber air dari tanaman pendukung kurang, mereka kemudian menyulam (tanaman)," katanya.
Untuk mitigasi, kata dia, lebih bersifat upaya pencegahan atau mengantisipasi jangan sampai terjadi dampak perubahan iklim yang semakin parah. "Dari 106 kampung iklim ini, kami lakukan pemeringkatan. Terpilih 89 kampung iklim yang kami daftarkan ke KLHK dan ternyata baru lima yang lulus pemeringkatan kampung iklim utama," katanya.
Kelima kampung iklim utama itu berada di Kelurahan Gondoriyo, Karangturi, Pudak Payung, Wates, dan Tambakreji, serta satu yang terpilih sebagai kategori lestari, yakni Kelurahan Pedalangan.
"Proklim lestari ini lebih tinggi dari utama. Di Semarang baru satu yang masuk lestari, yakni Pedalangan," katanya.
Menurut dia, DLH terus mendorong munculnya kampung-kampung iklim yang lain, termasuk di kawasan Semarang Bawah yang padat dengan permukiman dan perkantoran, bukan hanya di Semarang Atas yang masih hijau.
"Minimal, dengan adaptasi menanam tanaman keras dan peneduh praktis menjadikan kawasan berkecukupan oksigen, mengurangi polusi udara, baik dari polusi udara maupun udara panas," katanya.
Sebagai bukti, kata dia, kampung iklim di Kelurahan Tambakrejo yang berada di kawasan pesisir yang dulunya kumuh dan penuh sampah, tetapi dengan kesadaran dan kepedulian warganya menjadi asri. "Mereka membuat taman, terdiri dari tanaman tiga, tabulampot, dan berbagai tanaman keras di sepanjang jalan. Tidak kurang ada 800 jenis tanaman yang ditanam ibu-ibu, mulai perdu hingga lombok dan tomat," katanya.
Sementara itu, Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengapresiasi kepedulian masyarakat sehingga kelima kampung iklim itu mendapatkan predikat utama dan satu lestari dari KLHK.
"Bagaimana mulai dari masyarakat menjaga lingkungan masing-masing. Kalau tidak dari awal, dari kecil, setidaknya membuat Kota Semarang di tengah panasnya cuaca ini masih mending dibanding kota-kota lain," kata Ita, sapaan akrab Hevearita.
Dengan terpilihnya satu kampung iklim lestari dan lima utama di kelurahan yang berbeda, kata dia, mengartikan bahwa program kampung iklim sudah tersosialisasi secara merata.