ESGNOW.ID, JAKARTA -- Suhu permukaan rata-rata global pada Jumat (17/22/2023), telah melebihi 2 derajat Celsius lebih tinggi dari pra-industri untuk pertama kalinya sejak pencatatan dimulai. Ini merujuk pada laporan terbaru dari Observatorium Iklim Uni Eropa, Copernicus.
Wakil Direktur Copernicus Climate Change Service, Samantha Burgess, menjelaskan ini merupakan gejala bahwa planet Bumi semakin memanas dan bergerak menuju situasi jangka panjang di mana dampak krisis iklim akan sulit untuk dipulihkan.
“Tapi perlu digaris bawahi, data ini masih bersifat pendahuluan, dan akan membutuhkan waktu beberapa pekan untuk dikonfirmasi dengan pengamatan di lapangan. Jadi, tidak berarti bahwa dunia berada pada kondisi permanen di atas 2 derajat Celsius,” kata Burgess dalam cicitannya di X, sebelumnya Twitter.
Burgess mengatakan, suhu global pada hari Jumat rata-rata 1,17 derajat Celsius di atas tingkat 1991-2020, menjadikannya 17 November terpanas yang pernah tercatat. Namun, dibandingkan dengan masa pra-industri, sebelum manusia mulai membakar bahan bakar fosil dalam skala besar dan mengubah iklim alami Bumi, suhu saat itu 2,06 derajat lebih hangat.
Tembusnya angka 2 derajat Celsius terjadi dua pekan sebelum dimulainya konferensi iklim PBB COP28 di Dubai. Pada kesempatan itu, negara-negara akan mengevaluasi komitmen dari Perjanjian Iklim Paris untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri.
“Satu hari di atas 2 derajat Celsius tidak berarti bahwa Perjanjian Paris telah dilanggar. Tetapi menyoroti bagaimana kita mendekati batas-batas yang telah disepakati secara internasional. Kita bisa berharap untuk melihat peningkatan frekuensi hari dengan suhu 1,5 derajat dan 2 derajat dalam beberapa bulan dan tahun ke depan," kata Burgess seperti dilansir Nine, Rabu (22/11/2023).
Pemanasan hingga 2 derajat Celsius membuat lebih banyak masyarakat berisiko terkena cuaca ekstrem yang mematikan, dan meningkatkan kemungkinan planet ini mencapai titik kritis yang tidak dapat dipulihkan, seperti runtuhnya lapisan es di kutub dan kematian massal terumbu karang.
“Data ini juga menggarisbawahi urgensi untuk mengatasi emisi gas rumah kaca,” demikian kata Richard Allan, profesor ilmu iklim di University of Reading, Inggris.
Sementara itu, sebuah laporan PBB menunjukkan bahwa komitmen iklim yang disepakati pada Perjanjian Paris belum mampu membatasi suhu hingga 1,5 derajat Celsius. Ketika negara-negara melaksanakan komitmen iklimnya, dunia tetap akan mencapai antara 2,5 dan 2,9 derajat pemanasan pada abad ini.
Menurut Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), dunia perlu mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 45 persen pada akhir dekade ini dibandingkan dengan tahun 2010 agar dapat membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat di atas tingkat pra-industri.