ESGNOW.ID, JAKARTA -- Seiring banyaknya konsumen yang ingin mengurangi jejak karbon mereka, menjual baju preloved kini sedang booming. Namun, tidak semua pakaian bekas bisa dijual, terutama jika pakaian tersebut terlalu usang. Lantas bagaimana mengatasi agar pakaian bekas yang usang tidak menjadi limbah?
Masalah inilah yang ingin dipecahkan peritel pakaian vintage dan pakaian daur ulang yang berbasis di London, Vintage Threads. Konsepnya sederhana, para penjahit berbakat mengerjakan ulang pakaian desainer dan streetwear yang sudah usang menjadi sesuatu yang berbeda dan baru, sehingga pakaian-pakaian tersebut tidak akan berakhir di tempat pembuangan akhir, dan akan terus digunakan.
Koper Gucci yang sudah usang dapat diolah kembali menjadi jaket yang menarik, atau Fendi trench coat yang sudah usang dapat didaur menjadi dua potong pakaian yang menyenangkan.
“Saat pertama kali membangun visi kami untuk Vintage Threads, kami selalu merasa bahwa kami tidak ingin sekadar menjadi peritel pakaian vintage,” ujar salah satu Co-founder, Freddie Rose, yang meluncurkan bisnis ini bersama Charlie Oxley.
Menurut Rose, pengerjaan ulang dapat memainkan peran penting dalam mendorong industri ini ke model yang lebih berkelanjutan. “Meskipun kami akan selalu melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan sebanyak mungkin pakaian dari tempat pembuangan akhir melalui koleksi vintage kami, kami semakin menyadari bahwa ada banyak sekali pakaian yang luar biasa dan bahan yang indah yang tidak dapat kami jual karena kondisinya, tetapi kami dapat menciptakan sesuatu dari pakaian tersebut,” jelas Rose seperti dilansir Harper's Bazaar, Senin (18/12/2023).
Reworking atau mendaur pakaian bekas adalah tentang meminimalkan sebanyak mungkin hal baru, tanpa mengorbankan style. Rose menawarkan, bahwa reworking menawarkan pilihan yang fantastis untuk mengurangi jumlah pakaian dikirim ke tempat pembuangan akhir setiap tahunnya.
“Ini juga merupakan tantangan besar bagi merek-merek di seluruh dunia untuk melihat limbah TPA mereka, dan bertanya pada diri sendiri apakah mereka dapat menemukan cara lain untuk menggunakan bahan. Karena hal ini harus menjadi pilihan terakhir untuk pakaian dan, pada akhirnya, tidak menjadi pilihan sama sekali,” kata Rose.
Dalam hal fesyen berkelanjutan secara umum, transparansi adalah kunci untuk memajukan industri ini, menurut Rose. Dengan pemikiran tersebut, merek-merek harus bertanggung jawab dan jujur terhadap diri mereka sendiri tentang dampak pemasaran mereka terhadap konsumen.
"Industri fesyen telah membuat beberapa perubahan positif dan membawa pola pikir yang lebih sadar, namun, selalu ada risiko greenwashing. Perlu ada transparansi yang lebih besar mengenai apa yang dilakukan oleh merek-merek dengan kelebihan stok mereka. Merek-merek harus lebih bertanggung jawab atas bagaimana mereka mendorong konsumsi berlebihan di kalangan konsumen dan mendorong pola pikir untuk selalu membutuhkan pakaian baru,” kata Rose.
Dan meskipun ada tanggung jawab pada merek, perubahan yang sebenarnya datang dari kebijakan. Karenanya, ia mendesak pemerintah untuk bisa turun tangan karena masalah limbah fesyen tidak akan selesai hanya dengan reworking.
“Perubahan besar perlu dilakukan di tingkat kebijakan, untuk memastikan perubahan terjadi pada tingkat yang seharusnya,” tegas dia.
Rose mengutip pemerintah Prancis sebagai contoh. Mereka baru-baru ini memperkenalkan skema bonus perbaikan, di mana pelanggan dapat mengklaim uang kembali untuk perbaikan pakaian mereka. Rose pun berharap hal serupa juga akan terjadi di Inggris. Namun, tentu saja, perubahan besar hanya terjadi dengan tekanan dari luar, jadi kekuatannya dimulai dari kita sebagai pembeli.
“Tidak ada kata terlambat untuk menjadi konsumen yang sadar lingkungan. Saya menyarankan konsumen untuk menantang diri mereka sendiri jika mereka membutuhkan sebuah pakaian. Mungkin mereka dapat memperbaiki sebuah elemen atau mengolahnya kembali untuk mendapatkan kesan baru. Model fesyen yang lebih sirkular harus menjadi ambisi di antara kita semua,” kata Rose.
Vintage Threads sendiri, telah membuat pakaian untuk selebritas kenamaan seperti Ariana Grande dan Emma Chamberlain.