ESGNOW.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan, Kementerian LKH tengah mempertimbangkan skema lain melibatkan dunia usaha untuk mendukung pendanaan upaya pengurangan emisi gas rumah kaca dan pencapaian target iklim Indonesia.
Siti menjelaskan, Indonesia menerima dukungan dari beberapa mitra internasional termasuk kolaborasi dengan Norwegia dalam skema Result Based Contribution (RBC). "Bisnis karbon bukan hanya jualan karbon, bisnis karbon juga bisa mengangkat reputasi suatu perusahaan dan nilai sahamnya jadi besar," ujar Siti.
Perusahaan yang ingin meningkatkan reputasinya, kata Siti, bisa juga terlibat dalam upaya penurunan emisi. Dengan hasilnya terkontribusikan sebagai upaya untuk mencapai target iklim.
"Bapak Presiden sudah bilang bahwa banyak yang mau masuk di urusan ekonomi karbon. Insentif ini memang yang paling penting desain implementasi dan praktiknya seperti apa, tidak gampang menyiapkannya," ujar Siti.
Sebelumnya, telah diterima juga pendanaan berbasis kinerja dari hasil kerja (RBP) sama bilateral dengan Norwegia untuk pengurangan emisi pada Oktober 2022 sebesar 56 juta dolar AS (sekitar Rp 876 miliar). Pembayaran juga dilakukan sebesar 100 juta dolar AS atau setara Rp 1,56 triliun dari Norwegia pada Desember 2023.
Pembayaran ketiga selesai sampai dengan Januari lalu sebesar 156 juta dolar AS atau sekitar Rp 2,4 triliun. Pendanaan keempat kini masih menunggu proses yang diharapkan selesai pada tahun ini.
Sementara dari Green Climate Fund untuk pengurangan emisi 20,3 juta ton CO2 ekuivalen (CO2e) hasil kinerja 2014-2016 terdapat pendanaan sebesar 103,8 juta dolar AS (sekitar Rp 1,6 triliun).
Ada pula JAMBI BioCarbon Fund untuk pengurangan emisi periode 2020-2025 yang masih dalam tahap negosiasi dan Kaltim FCPF Carbon Fund untuk pengurangan 22 juta ton CO2e dalam periode 2019-2024 senilai 110 juta dolar AS atau setara Rp 1,7 triliun.