Jumat 26 Jul 2024 06:42 WIB

Celios: Indonesia Butuh Rp 892,15 triliun untuk Jalankan Ekonomi Restoratif

Ada dua tantangan utama dalam pengembangan ekonomi restoratif di Indonesia.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Pelajar mengikuti pelatihan pembuatan sabun dari bahan dari minyak jelantah saat acara Festival Ekonomi Sirkular (FES) 2024 di Taman Menteng, Jakarta, Rabu (17/7/2024).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pelajar mengikuti pelatihan pembuatan sabun dari bahan dari minyak jelantah saat acara Festival Ekonomi Sirkular (FES) 2024 di Taman Menteng, Jakarta, Rabu (17/7/2024).

ESGNOW.ID,  JAKARTA -- Lembaga riset Center of Economic and Law Studies (Celios) menerbitkan laporan mengenai kebutuhan fiskal untuk mengimplementasikan inisiatif ekonomi restoratif di Indonesia. Studi yang ditulis Media Wahyudi Askar, Achmad Hanif Imaduddin, Galau D Muhammad, dan Jaya Darmawan, menyoroti perlunya investasi pemerintah yang substansial untuk mendorong pemulihan lingkungan dan kesetaraan sosial.

Laporan berjudul “Paradigma Baru Ekonomi: Dukungan Fiskal untuk Ekonomi Restoratif” menekankan peran penting kebijakan fiskal dalam mendukung inisiatif yang bertujuan memperbaiki kerusakan lingkungan dan mengatasi ketidaksetaraan sosial yang diakibatkan praktik ekonomi yang tidak berkelanjutan. Laporan ini memperkirakan Indonesia memerlukan dana sebesar Rp 892,15 triliun hingga 2045 untuk melaksanakan strategi ekonomi restoratif di berbagai sektor secara efektif.

Temuan utama dari laporan ini mengungkapkan dua tantangan utama dalam pengembangan ekonomi restoratif di Indonesia, yaitu kesenjangan investasi dan keterbatasan kebijakan. Dalam laporan itu, Celios mengatakan meskipun kesadaran praktik berkelanjutan semakin meningkat, Indonesia masih kekurangan anggaran khusus untuk inisiatif ekonomi restoratif, yang sering kali tertinggal dari upaya keberlanjutan lain seperti energi terbarukan dan mitigasi perubahan iklim dalam hal minat investor dan prioritas pemerintah.

Untuk mengatasi kesenjangan ini, Celios merekomendasikan model perpajakan progresif dan berkelanjutan. Langkah-langkah yang diusulkan meliputi pajak karbon, pajak produksi batu bara, pajak laba mendadak (windfall tax), dan pajak orang super kaya. Langkah-langkah ini berpotensi menghasilkan pendapatan tambahan sebesar Rp 222-Rp241 triliun per tahun, menyediakan dasar keuangan untuk inisiatif ekonomi restoratif.

“Terobosan inovatif dalam perpajakan ini dapat menjadi opsi pembiayaan untuk mendukung inisiatif restoratif tanpa menambah beban utang dan membebani struktur fiskal saat ini,” kata Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar dalam pernyataannya, Kamis (25/7/2024). 

Askar mengatakan tata kelola partisipatif dan penyesuaian kebijakan keuangan yang berorientasi pada misi restoratif sangat penting untuk melaksanakan inisiatif ini.

Dalam laporan itu Celios menjelaskan ekonomi restoratif bertujuan memulihkan ekosistem terdegradasi untuk mendapatkan kembali fungsi ekologis dan menyediakan barang serta jasa yang bernilai bagi masyarakat. Nature-based Solution (NbS) adalah konsep terkait yang didefinisikan the International Union for Conservation of Nature (IUCN) sebagai tindakan untuk melindungi, melestarikan, memulihkan, dan mengelola ekosistem guna mengatasi tantangan sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Pada dasarnya, ekonomi restoratif fokus pada tiga aspek. Pertama, berorientasi pada pemulihan. Ekonomi restoratif berfokus untuk mengembalikan ekosistem, struktur, dan objek ke kondisi semula atau mengubahnya menjadi kondisi yang lebih baik dan fungsional. 

Kedua, memprioritaskan aksi kolektif. Ekonomi restoratif menekankan peran komunitas lokal untuk mewarisi sebanyak mungkin sumber daya sekaligus mengelolanya secara bertanggung jawab. Ketiga, ekonomi restoratif mendukung transformasi hubungan manusia dengan alam untuk mengentaskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan, serta menciptakan kedamaian dan pemukiman yang aman. 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement
Advertisement
Advertisement