ESGNOW.ID, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) meminta pemerintah melakukan kajian mendalam soal bauran biodiesel menjadi 50 persen (B50) sebelum memutuskan implementasi penuh program tersebut. Ketua Bidang Kampanye Positif Gapki Edi Suhardi mengatakan bahwa pemerintah perlu hati-hati dalam menetapkan besaran bauran biodiesel.
Selain memperhatikan aspek pengguna, pemerintah juga perlu memperhitungkan seberapa besar potensi penghematan devisa akibat penurunan impor bahan bakar minyak. Ia juga mengingatkan bahwa kebijakan tersebut perlu mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap industri sawit nasional, termasuk kebutuhan industri hilir dan upaya pengamanan pasar ekspor.
“Oleh karena itu, untuk program B50 ini, kami memohon kepada pemerintah untuk mengkaji situs slot kembali, dan juga melihat kesiapan dan kecukupan bahan baku,” kata Edi, Rabu (23/10/2024).
Edi mengaku khawatir bahwa kebijakan B50 yang terlalu terburu-buru dapat menimbulkan dampak negatif yang tak terduga, seperti penurunan ekspor sawit dan gangguan pada rantai pasok. Ia menyebut pengalaman sebelumnya dengan kebijakan pemerintah yang membatasi ekspor bahan baku dan produk minyak goreng telah menimbulkan gejolak pasar jika tidak dilaksanakan dengan hati-hati.
Indonesia saat ini sudah menerapkan biodiesel B35. Pemerintah menyatakan siap meningkatkan bauran biodiesel dari B35 menjadi B40 pada 2025, serta melakukan persiapan untuk penerapan B50, bahan bakar dengan komposisi 50 persen minyak sawit dan 50 persen solar.
Ketua Tim Kerja Pemasaran Internasional Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Muhammad Fauzan Ridha mengatakan bahwa pemerintah masih terus mengkaji penerapan B50. "Sejauh ini kajian masih berlangsung terutama mengenai aspek supply and demand, kajian ekonomi, kajian kelembagaan, pembiayaan, dan sarana prasarananya," kata Fauzan.