Kamis 15 May 2025 15:55 WIB

Legislator Desak Restorasi Total di Lahan Bekas Tambang

Restorasi ekologis harus dijadikan indikator utama dalam evaluasi izin usaha tambang.

Red: Satria K Yudha
Suasana lahan galian bekas tambang emas yang telah rusak di Desa Kedabang, Kabupaten Sintang, Rabu (8/12/2021). Presiden Joko Widodo menyatakan pemerintah akan melakukan penghijauan secara massif dan membangun pusat persemaian guna memproduksi benih yang nantinya akan ditanam di kawasan bekas tambang, terutama di daerah tangkapan air dan daerah aliran Sungai (DAS) Kapuas serta Melawi di Kalimantan Barat.
Foto: ANTARA/Jessica Helena Wuysang
Suasana lahan galian bekas tambang emas yang telah rusak di Desa Kedabang, Kabupaten Sintang, Rabu (8/12/2021). Presiden Joko Widodo menyatakan pemerintah akan melakukan penghijauan secara massif dan membangun pusat persemaian guna memproduksi benih yang nantinya akan ditanam di kawasan bekas tambang, terutama di daerah tangkapan air dan daerah aliran Sungai (DAS) Kapuas serta Melawi di Kalimantan Barat.

ESGNOW.ID,  JAKARTA — Restorasi ekologis pascatambang harus menjadi prioritas utama dalam sektor pertambangan. Anggota Komisi XII DPR RI Mukhtarudin menegaskan hal ini sebagai bentuk tanggung jawab jangka panjang pelaku usaha terhadap lingkungan.

Menurut Mukhtarudin, upaya pemulihan tidak cukup berhenti pada reklamasi teknis. Ia menekankan perlunya pemulihan menyeluruh terhadap ekosistem, termasuk air, tanah, vegetasi, dan keanekaragaman hayati.

“Restorasi ekologis bukan sekadar menutup lubang bekas tambang atau menanam pohon. Yang kita butuhkan adalah pemulihan fungsi ekologis, air, tanah, vegetasi, dan keanekaragaman hayati yang benar-benar hidup kembali,” ujar legislator dari Kalimantan Tengah itu, Kamis (15/5/2025).

Ia menyoroti masih banyaknya lokasi bekas tambang yang dibiarkan terbengkalai, baik oleh perusahaan yang bangkrut maupun yang tidak menjalankan kewajiban pascatambang. Situasi ini, kata dia, mencerminkan lemahnya pengawasan dan mendesaknya penguatan regulasi berbasis keberlanjutan.

“Banyak IUP (izin usaha pertambangan) yang meninggalkan lubang tambang begitu saja, dan masyarakat sekitar menanggung risiko ekologisnya. Negara tidak boleh membiarkan ini terus terjadi,” tegasnya.

Mukhtarudin juga mendorong pengawasan dana jaminan pascatambang dilakukan secara transparan dan akuntabel. Ia meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan memperkuat koordinasi dalam pengawasan pemulihan lingkungan.

Ia mengapresiasi sejumlah praktik baik, seperti revegetasi berbasis spesies lokal dan pengembangan Taman Keanekaragaman Hayati (Taman Kehati), yang dinilainya perlu direplikasi di wilayah lain dengan kerusakan berat akibat tambang.

“Restorasi ekologis harus dijadikan indikator utama dalam evaluasi izin usaha pertambangan. Kalau tidak mampu memulihkan lingkungan, ya jangan diberi kelonggaran izin,” katanya.

Mukhtarudin juga menekankan pentingnya penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam sistem insentif dan pembiayaan sektor tambang. Menurutnya, arah kebijakan harus berpihak pada keberlanjutan, bukan semata keuntungan jangka pendek.

“Kita perlu memastikan bahwa investasi di sektor ini berpihak pada keberlanjutan, bukan sekadar mengejar keuntungan jangka pendek,” katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement