ESGNOW.ID, JAKARTA – Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) Hanif Faisol Nurofiq mendorong transformasi lahan bekas tambang menjadi ruang hidup yang produktif dan berkelanjutan bagi masyarakat. Hal ini disampaikannya saat meninjau kawasan pemulihan lingkungan di ekosistem karst Gunung Sewu, Kabupaten Gunungkidul, DIY.
“Desa Gari telah berani berubah dari penambangan batu gamping menuju konservasi. Ini bukan hal mudah, dan karena itu saya sangat menghargai langkah masyarakat dalam menjaga ekosistem,” kata Hanif dalam siaran pers dikutip pada Senin (21/4/2025).
Gunung Sewu merupakan kawasan karst strategis nasional seluas lebih dari 75.000 hektar. Selama puluhan tahun, penambangan batu gamping telah meninggalkan kerusakan ekologis. Kini, pemerintah bersama warga mengubah bekas tambang menjadi pusat ekonomi baru berbasis konservasi.
Karst, kata Hanif, menyimpan stok karbon dunia yang nilainya bahkan melebihi hutan. Jika rusak, dampaknya bisa sangat berbahaya.
Salah satu contoh pemulihan yang berhasil adalah Pasar Ekologis Argo Wijil di Desa Gari, bekas tambang aktif dari 1976 hingga 2006. Dikelola BUMDes Mardi Gemi, pasar ini menjadi pusat kegiatan ekonomi warga, memberdayakan mantan penambang dan ibu rumah tangga sebagai pedagang.
“Kita tidak sekadar menanam pohon, tapi menanam harapan. Pemulihan lingkungan harus sejalan dengan kemandirian ekonomi masyarakat,” ujar Hanif.
Pasar Argo Wijil beroperasi setiap Minggu dan saat Ramadan, menarik hingga 1.000 pengunjung per hari. Pedagang rata-rata meraup keuntungan 40 persen. Selain pasar, BUMDes juga mengelola usaha internet desa, PAMDes, dan distribusi pangan, dengan omzet tahunan mencapai Rp 2 miliar.
Program pemulihan juga meliputi pembangunan embung, penanaman 500 pohon alpukat, 20.000 bibit nilam, dan 100 pohon flamboyan. Sejumlah mitra swasta seperti PT Antam Tbk, Pertamina Gas Negara, dan Sido Muncul turut mendukung dengan menyerap hasil produksi warga.
Hanif juga menyoroti pentingnya perlindungan kawasan karst dalam kebijakan lingkungan daerah. “Karst bukan sekadar batu. Ia menyimpan air, menopang kehidupan, dan mencerminkan keseimbangan alam. Banjir yang terjadi akhir Maret lalu harus menjadi alarm,” tegasnya.
Ia turut mengingatkan pentingnya penerapan Peraturan Menteri LHK/BPLH No. 2 Tahun 2025 tentang Sistem Pembayaran Jasa Lingkungan. “Petani di Gari yang merawat karst berhak mendapat imbal jasa lingkungan. Ini bentuk nyata apresiasi negara kepada warga penjaga alam,” ujarnya.
KLH mendorong Pemkab Gunungkidul segera menetapkan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) yang mengakomodasi perlindungan karst sesuai daya dukung dan jasa lingkungannya.
Ketua DPRD DIY, Endang Sri Sumiyartini, juga mengapresiasi gerakan penghijauan masyarakat Gari dan menilai upaya ini sebagai contoh nyata pemulihan berbasis komunitas yang patut direplikasi di daerah lain.