Kamis 22 May 2025 14:27 WIB

Keanekaragaman Hayati Jadi Kunci Hadapi Perubahan Iklim

Ketahanan pangan juga tergantung pada keanekaragaman hayati.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol dalam peringatan Hari Keanekaragaman Hayati di Jakarta, Rabu (22/5/2025)
Foto: Lintar Satria/Republika
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol dalam peringatan Hari Keanekaragaman Hayati di Jakarta, Rabu (22/5/2025)

ESGNOW.ID,  JAKARTA – Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa perlindungan keanekaragaman hayati adalah agenda strategis nasional. Dalam peringatan Hari Keanekaragaman Hayati di Jakarta, Rabu (22/5/2025), Hanif menyerukan aksi nyata lintas sektor demi menyelamatkan aset bangsa yang tak ternilai ini.

Dalam pidatonya, Hanif menyampaikan bahwa Indonesia memiliki 22 jenis ekosistem, mulai dari hutan tropis, mangrove, karst, sungai, danau, hingga terumbu karang.

“Semua spesies dan genetik di dalamnya menyimpan manfaat luar biasa, mulai dari sumber pangan, obat-obatan, energi, hingga simpanan air dan karbon,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa keanekaragaman hayati menjadi kunci menghadapi krisis global seperti perubahan iklim dan pandemi. “Nilai ekonominya adalah aset bangsa yang tidak ternilai. Bahkan, ini bisa menjadi penyelamat kita dalam dinamika ekonomi global,” tegas Hanif.

Ketahanan pangan, menurut Hanif, juga sangat tergantung pada kelestarian keanekaragaman hayati. Ia mendorong agar peringatan ini menjadi momentum untuk memperkuat kebijakan konkret dan aksi nyata. “Momentum hari ini harus menjadi pengingat bagi kita semua untuk memastikan kebijakan konkret dan aksi nyata dalam penyelamatannya,” tambahnya.

Ia menekankan pentingnya penataan ruang dan zonasi ekosistem, baik darat maupun laut. “Instrumen hukum harus segera disiapkan agar ada kepastian, termasuk dalam penetapan zona lindung, penyangga, dan koridor ekologi,” katanya.

Dalam sambutannya, Hanif juga memberi perhatian khusus kepada generasi muda yang hadir. “Apa yang dicita-citakan adik-adik hari ini harus menggetarkan jiwa kita. Mampukah kita mewariskan alam yang lestari untuk masa depan mereka?” ujarnya.

Pada tingkat tapak, Hanif menyoroti pentingnya pengendalian pencemaran dan pemulihan ekosistem rusak. “Kita harus terus mengawal pemulihan ekosistem dan merangkul semua pihak, termasuk lembaga masyarakat, untuk membangun kerja sama yang solid,” tuturnya.

Ia mencontohkan praktik kearifan lokal seperti budaya sasi di Maluku yang mengatur panen hasil hutan dan mangrove secara berkelanjutan. “Kearifan lokal seperti ini harus kita kuatkan melalui regulasi yang melindunginya,” tegasnya.

Meski dikenal sebagai salah satu negara megadiversitas, Hanif mengakui riset dan inovasi di bidang ini masih jauh dari potensi yang ada. “Kita perlu menggali lebih dalam manfaat keanekaragaman hayati melalui penelitian yang berdampak bagi masyarakat, tanpa mengorbankan kelestariannya,” ucapnya.

Hanif juga mendorong dunia usaha agar turut menjaga lingkungan hidup. “Dunia usaha harus berkomitmen menjaga kualitas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat yang bergantung pada keanekaragaman hayati,” pesannya.

Ia menutup pidatonya dengan ajakan kolaboratif. “Hari ini, kita telah bergandengan tangan untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati. Mari wujudkan aksi nyata, demi Indonesia yang lestari dan berkelanjutan,” katanya.

Peringatan Hari Keanekaragaman Hayati ini dihadiri perwakilan kementerian/lembaga, akademisi, aktivis lingkungan, dan pelajar yang turut menyuarakan aspirasi mereka. Acara ini diharapkan menjadi momentum memperkuat komitmen kolektif untuk menjaga kekayaan hayati Indonesia.

Menurut data Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Indonesia, kekayaan hayati Indonesia sangat tinggi karena wilayahnya mencakup dua zona biogeografis utama: Indomalaya dan Australasia.

Meski hanya meliputi 1,3 persen permukaan bumi, Indonesia menjadi rumah bagi 10 persen spesies tumbuhan berbunga dunia, 12 persen spesies mamalia, 16 persen spesies reptil dan amfibi, 17 persen spesies burung, dan lebih dari 25 persen spesies ikan dunia.

Keanekaragaman jenis merujuk pada banyaknya spesies yang ditemukan di suatu wilayah, dan menjadi penopang keseimbangan ekosistem. Kehilangan satu spesies dapat berdampak luas karena setiap tumbuhan dan satwa memiliki peran penting dalam jaringan kehidupan, mulai dari rantai makanan hingga habitat alami.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement