Sabtu 05 Jul 2025 19:20 WIB

Gletser Swiss Meleleh Lebih Cepat, Titik Kritis Tiba Jauh Sebelum Waktunya

Penyusutan gletser capai 38 persen sejak 2000, ancam hulu Sungai Rhine dan Rhone.

Red: Gita Amanda
Salju dan es yang terkumpul selama musim dingin lalu di gletser-gletser Swiss telah mencair lebih awal dari biasanya. (ilustrasi)
Foto: KEYSTONE
Salju dan es yang terkumpul selama musim dingin lalu di gletser-gletser Swiss telah mencair lebih awal dari biasanya. (ilustrasi)

ESGNOW.ID, JENEWA -- Salju dan es yang terkumpul selama musim dingin lalu di gletser-gletser Swiss telah mencair lebih awal dari biasanya. Badan Pemantauan Gletser Swiss (GLAMOS) menyebutkan, Jumat (4/7/2025) menandai kedatangan kedua paling awal dari "hari hilangnya gletser", sebuah titik kritis yang mengkhawatirkan bagi keberlangsungan gletser.

Semua pencairan es setelah tanggal tersebut hingga Oktober akan berdampak pada menyusutnya ukuran gletser di Pegunungan Alpen Swiss, yang saat ini jumlahnya sekitar 1.400 gletser. "Seolah-olah gletser berteriak: 'Kami menghilang. Tolong kami,'" kata Kepala GLAMOS, Matthias Huss, dilansir dari laman Malaymail.

Baca Juga

Hari hilangnya gletser menandai saat ketika lapisan salju musim dingin telah habis mencair, dan es mulai kehilangan massa. Normalnya, hari tersebut terjadi pada pertengahan Agustus. Namun tahun ini, hari kritis itu tiba pada 4 Juli, memperpanjang secara drastis musim kehilangan massa es.

"Untuk gletser yang sehat, titik ini idealnya terjadi pada akhir September atau Oktober, atau tidak terjadi sama sekali," ujar Huss.

Gletser di Alpen Swiss mulai menyusut sekitar 170 tahun lalu, dengan percepatan signifikan dalam beberapa dekade terakhir akibat pemanasan global. Volume gletser tercatat telah menyusut hingga 38 persen sejak tahun 2000 hingga 2024.

Tahun ini, musim dingin yang minim salju dan bulan Juni yang menjadi bulan terpanas kedua yang pernah tercatat, mempercepat datangnya hari hilangnya gletser. Dalam catatan sejak 2000, hanya pada 2022 titik kritis ini terjadi lebih awal, yaitu pada 26 Juni. Tahun tersebut dianggap sebagai "pengubah permainan" bagi para ahli glasiologi.

"Semua pemahaman kami sebelumnya tentang pencairan gletser berubah," ujar Huss, seraya menambahkan bahwa ia tidak menyangka pencairan ekstrem berikutnya terjadi hanya berselang dua tahun.

Huss menyoroti adanya efek umpan balik yang mempercepat pencairan. Setelah lapisan salju putih --yang memantulkan sinar matahari—mencair, permukaan es gelap yang lebih menyerap panas menjadi dominan. Akibatnya, pencairan meningkat meski intensitas radiasi matahari tetap sama.

Dengan gelombang panas melanda Eropa sepanjang pekan ini, serta potensi gelombang panas lainnya pada Juli dan Agustus, kondisi tahun ini diprediksi menjadi salah satu yang terburuk bagi gletser Swiss. Kehilangan gletser bukan hanya tragedi ekologis, melainkan ancaman serius terhadap pasokan air jutaan orang. Sungai Rhine dan Rhone, dua sungai utama di Eropa, sebagian besar sumber airnya berasal dari gletser Alpen.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by ESG Now (@esg.now)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement