ESGNOW.ID, JAKARTA -- Berdasarkan studi terbaru dari perusahaan riset dan penyedia platform survei daring Populix, mayoritas orang Indonesia membeli kendaraan listrik (electric vehicle/EV) bukan karena teknologi, efisiensi, atau desain, melainkan karena kepedulian terhadap lingkungan.
Dalam studi berjudul Electric Vehicles in Indonesia: Consumer Insights and Market Dynamics yang dirilis pada Juli 2025, sebanyak 67 persen responden menyebut alasan utama mereka mengadopsi kendaraan listrik adalah karena bebas polusi udara. Sebanyak 60 persen menyebut suara mesin yang senyap (bebas polusi suara), dan 54 persen karena dampaknya yang positif terhadap lingkungan.
“Alasan orang mau membeli kendaraan listrik, hal yang paling mendasar adalah terkait dengan aspek lingkungan. Karena orang-orang Indonesia sekarang mulai melek terkait lingkungan kalau kita lihat,” ujar Associate Head of Research for Automotive Populix, Susan Adi Putra, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Meski motivasi utama masyarakat terkait lingkungan, sejumlah faktor lain juga berpengaruh. Di antaranya adalah kemudahan perawatan dibandingkan kendaraan mesin pembakaran dalam (internal combustion engine/ICE) dan biaya pemeliharaan yang lebih rendah, yang masing-masing dipilih oleh 45 persen responden. Selanjutnya, 41 persen memilih karena biaya operasional yang lebih rendah, dan 34 persen karena pajak tahunan yang lebih ringan.
Regulasi pemerintah juga menjadi faktor penting. Sebanyak 34 persen responden mengakui bahwa subsidi pemerintah mendukung keputusan mereka membeli EV, sementara 32 persen menyebut regulasi yang mendorong kepemilikan EV sebagai pertimbangan utama.
“Insentif dari pemerintah ini juga mendukung mereka untuk beli akhirnya. Ini sangat memengaruhi mereka, ini memegang peranan penting juga selain dari aspek lingkungan,” kata Adi.
Beberapa faktor teknis seperti kecepatan pengisian daya baterai, desain unik, serta fitur keselamatan masing-masing dipilih oleh 28 persen responden. Sementara itu, hanya 19 persen yang menyebut jangkauan berkendara per satu kali pengisian daya sebagai faktor utama, dan delapan persen menyebut pembebasan dari aturan ganjil-genap.