ESGNOW.ID, JAKARTA – Pemerintah menegaskan komitmennya mengejar target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025. Namun, ambisi ini masih diadang dominasi pembangkit listrik tenaga batu bara dan minimnya investasi di sektor energi hijau.
Asisten Deputi Bidang Pengembangan Mineral dan Batubara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Herry Permana, menyatakan arah kebijakan energi nasional mengacu pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Kebijakan ini menekankan percepatan transisi energi bersih, termasuk target bauran EBT 31 persen pada 2030 dan penghapusan bertahap pembangkit batubara hingga 2040.
“Target 23 persen pada 2025 masih realistis, tapi perlu percepatan di banyak lini,” kata Herry di Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Untuk mendukung agenda tersebut, pemerintah mengandalkan skema pembiayaan transisi seperti Just Energy Transition Partnership (JETP). Dalam kerangka ini, Indonesia bahkan menetapkan target lebih ambisius, yaitu 44 persen EBT pada 2030 dan netral karbon di sektor ketenagalistrikan pada 2050.
Beberapa elemen dinilai krusial, seperti pembangunan jaringan listrik yang andal, elektrifikasi sektor transportasi dan industri, efisiensi energi, serta reformasi sistem pembiayaan hijau. Herry menegaskan bahwa transisi energi tidak bisa dilakukan secara sektoral, melainkan membutuhkan integrasi dari hulu ke hilir.
“Kolaborasi lintas sektor sangat penting. Strategi energi harus selaras dengan arah industri, agar semua kebijakan bisa berjalan konsisten,” ujarnya.
Pemerintah juga menekankan pentingnya penerapan standar keberlanjutan seperti ESG (Environmental, Social, and Governance) dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dalam strategi industri. Prinsip keberlanjutan dinilai menjadi fondasi penting agar transisi energi bisa memperkuat ketahanan energi nasional sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan.
“Kita menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga delapan persen, dan energi bersih akan jadi kunci pencapaiannya,” kata Herry.