ESGNOW.ID, JAKARTA -- Pada pergantian abad ke-21, Valley fever adalah infeksi jamur yang tidak dikenal di Amerika Serikat, dengan kurang dari 3.000 kasus yang dilaporkan per tahun, sebagian besar terjadi di California dan Arizona. Dua dekade kemudian, kasus-kasus Valley fever meledak, meningkat lebih dari tujuh kali lipat dan meluas ke negara bagian lain.
Valley fever tidak sendirian. Infeksi jamur lainnya kini telah meluas ke area-area baru, dan berubah menjadi lebih mematikan bagi manusia. Salah satu alasan yang mungkin untuk situasi jamur yang memburuk ini adalah perubahan iklim.
Menurut para ilmuwan, pergeseran suhu dan pola curah hujan memperluas wilayah penyebaran jamur penyebab penyakit. Bencana yang dipicu oleh iklim juga dapat mempercepat penyebaran jamur dan menjangkau lebih banyak orang, begitupun suhu yang lebih hangat akan membuka peluang bagi jamur untuk berevolusi menjadi agen penyakit yang lebih berbahaya.
Untuk waktu yang lama, jamur telah menjadi kelompok patogen yang terabaikan. Pada awal tahun 2000-an, para peneliti telah memperingatkan bahwa perubahan iklim akan membuat penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan parasit seperti kolera, demam berdarah, dan malaria akan semakin meluas.
"Namun, mereka sama sekali tidak berfokus pada jamur. Itu karena, sampai saat ini, jamur tidak terlalu mengganggu manusia," kata Arturo Casadevall, ahli mikrobiologi dan imunologi di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health seperti dilansir Popsci, Senin (16/10/2023).
Suhu tubuh manusia yang tinggi membantu menjelaskan alasannya. Banyak jamur tumbuh paling baik pada suhu sekitar 12 hingga 30 derajat Celcius. Jadi, meski mudah menginfeksi pohon, tanaman, amfibi, ikan, reptil, dan serangga, jamur biasanya tidak tumbuh subur di dalam tubuh mamalia yang hangat.
Di antara beberapa jamur yang menginfeksi manusia, seperti spesies Cryptococcus, Penicillium, dan Aspergillus, secara historis lebih banyak dilaporkan di daerah tropis dan subtropis daripada di daerah yang lebih dingin. Hal ini juga menunjukkan bahwa iklim dapat membatasi jangkauan mereka.
Namun, saat ini, iklim yang menghangat di planet ini mungkin membantu beberapa patogen jamur menyebar ke daerah-daerah baru. Contohnya, Valley fever. Penyakit ini dapat menyebabkan gejala mirip flu pada orang yang menghirup spora mikroskopis jamur Coccidioides. Kondisi iklim yang mendukung terjadinya Valley fever dapat terjadi di 217 wilayah di 12 negara bagian AS saat ini, menurut sebuah penelitian terbaru oleh Morgan Gorris, seorang ilmuwan sistem bumi di Laboratorium Nasional Los Alamos di New Mexico.
Ketika Gorris membuat model di mana jamur dapat hidup di masa depan, hasilnya cukup mengejutkan. Pada tahun 2100, dalam skenario di mana emisi gas rumah kaca terus berlanjut, peningkatan suhu akan memungkinkan Coccidioides menyebar ke utara ke 476 county di 17 negara bagian.
“Sesuatu yang dulunya dianggap sebagai penyakit yang ada di barat daya AS, nanti dapat meluas hingga ke perbatasan AS-Kanada sebagai respons terhadap perubahan iklim. Hal tersebut merupakan momen yang sangat luar biasa, karena akan membuat jutaan orang lainnya terancam,” kata Gorris.
Beberapa penyakit jamur lain pada manusia juga sedang bergerak, seperti histoplasmosis dan blastomikosis. Sebagai contoh, sebelum tahun 2000, stripe rust fungus, yang menghancurkan tanaman gandum, terbatas pada bagian dunia yang sejuk dan basah. Namun sejak tahun 2000, beberapa jenis jamur tertentu telah beradaptasi lebih baik dengan suhu yang lebih tinggi. Jenis-jenis yang lebih kuat ini telah menggantikan jenis-jenis yang lebih tua dan menyebar ke daerah-daerah baru.
“Hal ini mengkhawatirkan, terutama dengan semakin panasnya cuaca dan gelombang panas yang semakin sering terjadi. Mikroba benar-benar memiliki dua pilihan: beradaptasi atau mati,” kata Casadevall.
Sebagian besar dari jamur memiliki kemampuan untuk beradaptasi. Dan ketika perubahan iklim meningkatkan jumlah hari yang panas, evolusi akan menyeleksi jamur yang tahan panas dengan lebih kuat. Pada akhirnya, jamur yang bisa beradaptasi untuk mentolerir panas, beberapa di antaranya mungkin mampu menembus batas suhu manusia.
Ini bahkan sudah terjadi. Pada tahun 2009, para dokter di Jepang mengisolasi jamur yang tidak dikenal dari kotoran telinga seorang wanita berusia 70 tahun. Jamur yang baru ditemukan ini, yang diberi nama Candida auris, segera menyebar ke rumah sakit di seluruh dunia, menyebabkan infeksi aliran darah yang mengancam jiwa pada pasien yang sudah sakit.
“Dalam kasus India, ini benar-benar mimpi buruk," kata Arunaloke Chakrabarti, ahli mikologi medis di Postgraduate Institute of Medical Education and Research in Chandigarh, India.
Ketika C auris pertama kali dilaporkan di India lebih dari satu dekade yang lalu, spesies ini berada di urutan bawah dalam daftar spesies Candida yang mengancam pasien. Namun sekarang, kata Chakrabarti, spesies ini menjadi penyebab utama infeksi Candida. Di Amerika Serikat, kasusnya juga meningkat tajam dari 63 kasus antara tahun 2013 dan 2016 menjadi lebih dari 2.300 kasus pada tahun 2022.
Dari mana C auris muncul secara tiba-tiba? Jamur ini muncul secara bersamaan di tiga benua yang berbeda. Versi jamur di setiap benua berbeda secara genetik, menunjukkan bahwa jamur itu muncul secara independen di setiap benua. "Ini tidak seperti seseorang naik pesawat dan membawanya. Isolat-isolat itu tidak saling berhubungan,” kata Casadevall.
Karena semua benua terpapar dampak perubahan iklim, Casadevall dan rekan-rekannya berpikir bahwa pemanasan global yang disebabkan oleh manusia mungkin berperan. C auris mungkin selalu ada di suatu lingkungan yang mungkin di lahan basah, di mana para peneliti telah menemukan spesies Candida patogen lainnya.
Bagaimanapun, kata dia, kemungkinan suhu yang lebih hangat membawa patogen jamur baru ke manusia perlu ditanggapi dengan serius. Terutama jika jamur yang kebal obat yang saat ini menginfeksi spesies serangga dan tanaman menjadi mampu tumbuh pada suhu tubuh manusia. "Maka kita akan berhadapan dengan organisme yang tidak pernah kita ketahui sebelumnya, seperti Candida auris,” kata dia.