ESGNOW.ID, JAKARTA -- Salah satu poin penting yang harus termuat dalam Rancangan Undang Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) adalah nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TDKN). Saat ini tantangan pengembangan EBT di Indonesia adalah bahan baku yang mayoritas berasal dari impor.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan persoalan besaran kewajiban TKDN dalam proyek EBT masih perlu dibahas lebih lanjut. Arifin menilai, perkembangan industri manufaktur EBT di Indonesia harus didorong.
"Kami mengusulkan untuk pengembangan EBT harus tetap mengutamakan produk dan potensi dalam negeri. Namun, mengingat ketersediaan, maka pengadaan harus tetap kompetitif untuk menjaga harga," ujar Arifin dalam RDP di Komisi VII DPR RI, Senin (20/11/2023).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Fabrio Nathan Kacaribu menilai, saat ini dengan adanya pertumbuhan EBT di Indonesia, tetap perlu mengutamakan keadilan akses energi yang terjangkau bagi masyarakat.
"Harga energi harus kita kelola sedemikian rupa agar tidak memberatkan masyarakat. Selain itu, dalam hal ini keuangan negara juga perlu ada mekanisme supaya beban tidak langsung berdampak pada masyarakat dan keuangan negara harus kita jaga," kata Febrio.
Sedangkan dari sisi usaha, kata Febrio perlu ada instrumen yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Sehingga prinsip ini menjadi penting untuk menjaga fairness dan competitivness.
Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto menjelaskan, secara substansi aturan TKDN yakni mengutamakan produk dalam negeri sudah disetujui. Hanya saja secara kondisi di lapangan, banyak proyek strategis di sektor energi dan ketenagalistrikan terkendala dengan kebijakan ini.
“Banyak proyek EBT dan ketenagalistrikan terutama hibah atau pinjaman dari luar negeri, justru presentasi TKDN tidak sesuai regulasi yang ada,” kata Sugeng.
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Mulyanto menyatakan, terkait kebijakan TKDN pihaknya mengingatkan jangan sampai menyebabkan ketergantungan baru terhadap produk impor. “Ini untuk menjaga tingkat TKDN yang makin hari makin baik. Karenanya masukan fleksibilitas TKDN bahaya, tidak bisa fleksibel, harus jelas dan terukur,” ujarnya.