ESGNOW.ID, JAKARTA -- Media internasional ikut menyoroti masalah sampah plastik di Indonesia. ARTE (Association Relative à la Télévision Européenne) TV, sebuah jaringan TV Prancis-Jerman beberapa waktu lalu menyiarkan film dokumenter khusus menyoroti peran perusahaan besar yang ikut memperburuk masalah sampah di Indonesia.
Investigasi ARTE menyimpulkan, perusahaan multinasional dianggap menjadi bagian dari masalah persampahan akut di Indonesia. ARTE juga menyoroti produk gelas plastik yang sangat kontroversial dan paling banyak dikritik, karena dampaknya yang merusak lingkungan. Gelas sekali pakai terbuat dari plastik Polypropylene yang penutupnya sulit dikelupas dan tak bisa didaur ulang.
"Sampah plastik yang paling banyak kami temui di pusat penyortiran kami adalah kemasan gelas plastik sekali pakai," kata Kelly Bencheghib, salah satu pendiri organisasi lingkungan Sungai Watch di Bali saat diwawancarai ARTE.
"Merek ini sangat bermasalah, karena kami selalu menemukan sampahnya dalam jumlah besar, baik di sungai, hutan mangrove, maupun di pantai," kata Kelly melanjutkan dikutip di Jakarta, Selasa (30/4/2024).
Sungai Watch rutin mengeluarkan laporan tahunan audit sampah di Bali dan Jawa Timur. Temuan mereka konsisten menempatkan sebuah pabrikan di posisi teratas selama tiga tahun berurutan dari 10 produsen penyumbang sampah plastik terbesar.
Tak hanya mengungkapkan temuan Sungai Watch, ARTE juga mengekspose organisasi lain yang menguak jejak sampah di Sungai Ciliwung, yang mengalir dari Kabupaten Bogor ke Jakarta. Dari tabel hasil brand audit sampah plastik yang mereka pantau, tampak jelas air mineral kemasan menjadi produk paling dominan dalam daftar tersebut.
"Sebanyak 40 persen botol plastik yang ditemukan dalam sungai adalah merek ini," ucap jurnalis televisi tersebut.
Saat ini, timbulan sampah terus membukit setiap tahunnya. Ketua Harian Net Zero Waste Management Consortium (NZWMC), Amalia S Bendang melihat, pemerintah seolah kehilangan wibawa karena tak digubris pengusaha.
"Diperlukan langkah tegas dengan law enforcement untuk men–trigger percepatan pengurangan sampah, serta mewujudkan keadilan sehingga menjadi wujud penghargaan bagi pihak yang telah menjalankan pengelolaan dan pemilahan sampah secara optimal," kata Amalia.
Perlunya pemerintah bertindak tegas ini disampaikannya saat lokakarya nasional pelaporan hasil riset bertema 'Potret Sampah Enam Kota: Medan, Samarinda, Makassar, Denpasar, Surabaya, dan DKI Jakarta' pada akhir tahun lalu. Menurut Amalia, penerapan regulasi tentang sampah perlu diterapkan optimal.
"Hal ini termasuk pemberlakuan mekanisme sanksi dan penghargaan, serta diikuti pendidikan pengelolaan dan pengurangan sampah bagi publik," kata Amalia.