Jumat 31 May 2024 14:40 WIB

Naiknya Permukaan Laut Menenggelamkan Hunian Masyarakat Adat di Panama  

Sekitar 300 keluarga harus pindah ke permukiman baru yang dibangun pemerintah.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Gita Amanda
Pulau Karibia (ilustrasi), Naiknya permukaan air laut akibat perubahan iklim telah memaksa masyarakat adat untuk meninggalkan rumah leluhur mereka di sebuah pulau di lepas pantai Panama.
Foto: Dailymail
Pulau Karibia (ilustrasi), Naiknya permukaan air laut akibat perubahan iklim telah memaksa masyarakat adat untuk meninggalkan rumah leluhur mereka di sebuah pulau di lepas pantai Panama.

ESGNOW.ID,  JAKARTA -- Naiknya permukaan air laut akibat perubahan iklim telah memaksa masyarakat adat untuk meninggalkan rumah leluhur mereka di sebuah pulau di lepas pantai Panama yang mulai tenggelam. Sekitar 300 keluarga atau 1.351 orang yang tinggal di Gardi Subdug, sebuah pulau kecil di Karibia yang berjarak beberapa kilometer dari garis pantai Amerika Tengah, harus pindah ke permukiman baru Nuevo Carti yang dibangun pemerintah di kawasan Guna Yala.

“Saya sangat senang, rasanya seperti mimpi. Kami telah berjuang selama 14 tahun dan akhirnya menjadi kenyataan,” kata seorang penduduk desa, Victoria Navarro, dalam acara serah-terima hunian baru, seperti dilansir Reuters, Jumat (31/5/2024).

Baca Juga

Sebuah laporan tahun 2021 dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) memperkirakan bahwa berdasarkan tren saat ini, rata-rata permukaan laut global dapat naik lebih dari satu meter pada akhir abad ini.

Panama, yang menjembatani Amerika Tengah dan Selatan, dihuni oleh sekitar 386 ribu orang yang tinggal kurang dari 10 meter di atas permukaan laut, menurut laporan PBB baru-baru ini. Lebih dari 4 persen tinggal kurang dari lima meter di atas permukaan laut.

Presiden Laurentino Cortizo mengatakan bahwa relokasi masyarakat adat Guna dilakukan untuk melindungi mereka dari ancaman kenaikan permukaan air laut. “Meskipun Panama adalah salah satu dari tujuh negara dengan tingkat karbon negatif, kami melakukan upaya ini dan ingin negara-negara maju melakukan hal yang sama karena emisi gas rumah kaca yang mereka hasilkan menyebabkan krisis iklim yang sedang kita hadapi,” kata Cortizo dalam acara peresmian tersebut.

Panama menyerap lebih banyak karbon daripada yang dilepaskannya karena memiliki hutan yang luas, menurut Koalisi Iklim dan Udara Bersih yang diprakarsai oleh PBB. Karena itu, Cortizo mendesak negara-negara kaya untuk menepati ikrar yang dibuat di bawah perjanjian iklim Paris 2015.

“Seperti halnya Amazon, kami memiliki paru-paru hijau di hutan Darien, tetapi apa yang dilakukan negara-negara maju untuk mengalihkan produksi dari energi kotor ke energi bersih? Mereka (negara-negara pencemar) harus berbuat sesuatu,” kata Cortizo.

Masyarakat Guna, yang tinggal di seluruh Panama dan negara tetangga Kolombia, sebagian besar tinggal di reservasi otonom di Kepulauan San Blas, sebuah kepulauan tropis dengan pantai keemasan dan perairan yang jernih di lepas pantai Karibia utara Panama.

Seluruh komunitas diperkirakan akan pindah pekan depan jika cuaca memungkinkan untuk melakukan perjalanan yang aman, dalam upaya bersama oleh para pemimpin lokal dan pemerintah. Anak-anak, penyandang disabilitas dan orang tua akan menggunakan perahu pertama dari Gardi Subdug.

Di seluruh Amerika Latin dan Karibia, PBB telah menemukan bahwa 41 juta orang tinggal di daerah dataran rendah – 6 persen dari total penduduk di wilayah tersebut - menghadapi risiko yang semakin besar akibat banjir yang semakin sering terjadi, badai dan angin topan, sementara banyak negara kaya yang tidak menepati janji iklim mereka.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement