Jumat 07 Jun 2024 05:30 WIB

Akhirnya, Masyarakat Knasaimos Terima Pengakuan Wilayah Adat 

Dalam dua dekade terakhir, masyarakat Knasaimos berjuang melindungi hutan adat.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Masyarakat adat Knasaimos di Sorong Selatan menerima SK pengakuan wilayah adat.
Foto:

Beberapa bentuk kegigihan perjuangan Knasaimos, antara lain, melalui pemetaan wilayah adat, mengolah sagu untuk dijual sebagai wujud kemandirian dari sisi pangan dan ekonomi, hingga mendaftarkan pengakuan wilayah adat ke Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan yang keputusannya mereka dapatkan.

“Masyarakat adat, khususnya perempuan adat, hidup dalam ketergantungan dengan alam. Hutan adat merupakan identitas, kebun, dan apotek bagi perempuan Knasaimos," kata Duketini Maria Youwe dari Bentara Papua.

"Para mama mengambil sayur, obat-obatan alami, hingga sagu yang mereka olah untuk makan keluarga serta dijual–hasilnya untuk mengirim anak-anak ke bangku sekolah. Dengan pengakuan ini, kami berharap masyarakat dapat mengelola tanah adat, memperoleh manfaat, dan hidup dengan kearifan lokal yang dimiliki tanpa harus menjual tanah dan kehilangan hutan,” kata dia. 

Greenpeace mengatakan pengakuan wilayah adat sebenarnya bukan kabar baik pertama untuk masyarakat Knasaimos. Pada 2016, masyarakat adat Knasaimos mendapatkan surat keputusan penetapan hutan desa/kampung dari Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, disusul hak kelola hutan desa/kampung tiga tahun kemudian.

photo
Infografis deforestasi Papua dan Papua Barat. - (Republika)

Di sisi lain, cerita Knasaimos ini menunjukkan masyarakat adat masih harus berjuang keras agar hak-hak mereka diakui dan dihormati. Masyarakat adat khususnya di Tanah Papua terus mengalami ancaman perampasan hutan adat.

Hal tersebut seperti yang kini dialami masyarakat adat Awyu di Boven Digoel dan memicu kampanye #AllEyesOnPapua di media sosial. Padahal, kata Greenpeace, konstitusi Indonesia menjamin keberadaan dan hak-hak masyarakat adat.

“Masyarakat Adat Knasaimos saat ini menikmati hasil perjuangan panjang mereka, tetapi masih banyak masyarakat adat lainnya di Tanah Papua dan di seluruh Tanah Air, yang telah kehilangan tanah, hutan, dan keanekaragaman hayati mereka secara permanen karena pemerintah menyerahkannya untuk kepentingan perusahaan,” kata Juru Kampanye Hutan Papua Greenpeace Indonesia, Amos Sumbung.

Amos mengatakan pengakuan masyarakat adat seharusnya tak hanya dilakukan oleh pemerintah daerah seperti di Sorong Selatan ini, tapi juga oleh pemerintah pusat.  Ia mendesak Presiden dan DPR harus segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang sudah lebih dari 10 tahun tak kunjung diselesaikan.

 

"Kami tak akan berhenti berjuang sampai ada pengakuan dan perlindungan penuh untuk masyarakat adat di Tanah Papua,” kata dia. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement