ESGNOW.ID, JAKARTA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mendorong tindakan menyeluruh di seluruh Indonesia untuk menghentikan kematian akibat rabies pada manusia, dengan menekankan setiap kematian akibat rabies dapat dicegah. Kedua badan PBB tersebut mendesak upaya perlindungan diri dan peningkatan tindakan One Health, termasuk vaksinasi massal anjing dan manajemen kasus gigitan terpadu.
Rabies adalah penyakit virus zoonosis yang menyerang sistem saraf pusat, namun sebenarnya dapat dicegah dengan vaksin. Hingga 99 persen kasus rabies pada manusia ditularkan melalui gigitan anjing yang terinfeksi. Begitu gejala klinis muncul, rabies hampir 100 persen berakibat fatal. Di Indonesia, anak-anak di bawah usia 15 tahun sering menjadi korban rabies.
Pada Januari-Juli 2024, data publik menunjukkan 71 orang Indonesia meninggal karena rabies. Di antara 26 provinsi endemis rabies di Indonesia, Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah yang paling terdampak, dengan laporan 19.320 kasus gigitan hewan yang berpotensi rabies pada manusia selama tahun 2023. Hal ini mengakibatkan 35 kematian akibat rabies. Dari Januari hingga Juli 2024, NTT melaporkan 16.180 kasus gigitan hewan yang berpotensi rabies dan 27 kematian akibat rabies.
“Masyarakat di provinsi terdampak rabies harus dibekali dengan pengetahuan dan akses terhadap intervensi yang dapat menyelamatkan nyawa,” kata Perwakilan WHO untuk Indonesia Dr N Paranietharan dalam siaran pers WHO dan FAO, dikutip Senin (30/9/2024).
Paranietharan menambahkan sejak awal tahun 2023, hampir 4 dari 5 orang Indonesia yang meninggal karena rabies tidak mencari perawatan medis setelah digigit, karena tidak menyadari betapa pentingnya hal itu. "Hal ini harus segera ditangani dengan langkah yang tegas dan komprehensif," katanya.
WHO dan FAO menghimbau setiap orang yang digigit anjing harus segera mencuci luka dengan air dan sabun atau deterjen. Jika air dan sabun atau deterjen tidak tersedia, alkohol juga dapat menjadi pilihan yang efektif.
Lima belas menit setelah mencuci luka, oleskan obat yang mengandung yodium atau obat antivirus, jika tersedia. Kemudian segera mencari perawatan medis dari tenaga kesehatan dan pastikan mendapatkan semua dosis vaksin rabies.
Dalam pernyataannya WHO mengatakan lembaga itu akan terus mendukung Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan kesadaran tentang tindakan perlindungan pribadi dan pertolongan pertama, meningkatkan kapasitas petugas kesehatan dalam manajemen kasus gigitan, serta meningkatkan akses ke fasilitas kesehatan yang dilengkapi dengan vaksin antirabies di seluruh provinsi endemis rabies.
Pada 2024, WHO mendukung pelatihan penanganan kasus gigitan terpadubagi tenaga kesehatan di Pontianak, Kalimantan Barat, serta saat ini sedang mengembangkan kampanye perubahan sosial dan perilaku di NTT.
Namun, untuk mencegah dan memberantas rabies yang ditularkan anjing pada manusia, vaksinasi massal pada anjing yang didukung pengelolaan populasi anjing yang efektif merupakan strategi yang paling hemat biaya dan efisien. Secara global, pengendalian rabies pada anjing terbukti dapat dicapai dengan cakupan vaksinasi anjing berkelanjutan sebesar 70 persen.
"Indonesia sedang membuat kemajuan menuju eliminasi rabies. Untuk lebih mempercepat upaya ini, FAO mendukung Pemerintah Indonesia untuk mengembangkan rencana operasional strategis untuk pemberantasan rabies di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan NTT," kata Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor-Leste Rajendra Aryal.
Salah satu strategi utama yang sedang diujicobakan di wilayah ini adalah vaksinasi rabies oral, yang menargetkan anjing liar. Ini melengkapi program tradisional vaksinasi massal anjing dan bertujuan mengatasi tantangan dalam menjangkau populasi anjing ini. “FAO tetap berkomitmen untuk mendukung upaya pengendalian rabies di Indonesia,” kata Aryal menambahkan.
WHO dan FAO akan terus mendukung Indonesia untuk mengakhiri kematian manusia akibat rabies pada tahun 2030, sejalan dengan strategi global “Zero by 30”, yang menargetkan sektor kesehatan hewan maupun manusia.
Dengan menerapkan strategi ini, negara-negara yang terkena dampak akan semakin dekat untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 3.3, 'Pada tahun 2030, mengakhiri epidemi penyakit tropis terabaikan', dan membuat kemajuan dalam memenuhi SDG 3.8 tentang mencapai cakupan kesehatan universal.