ESGNOW.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa melaporkan bahwa capaian Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia hingga saat ini sebesar 62,5 persen dari 222 indikator SDGs yang telah on track.
Capaian tersebut lebih baik dibandingkan rata-rata negara di tingkat global sebesar 17 persen dari target SDGs yang on track, dengan perkiraan seluruh target SDGs akan tercapai 32 tahun lagi apabila tak ada upaya transformasi untuk mempercepat pencapaian target-target tersebut. “Jadi, kita empat kali lebih hebat di rata-rata global,” ujarnya dalam SDGs Annual Conference (SAC) 2024 di Fairmont Hotel, Jakarta, Senin.
Kendati demikian, harus diberikan perhatian khusus terhadap 29,5 persen indikator yang off track karena stagnan, bahkan memburuk. Sejak tahun 2017, Indonesia telah melaporkan pencapaian SDGs di tingkat global melalui Voluntary National Review. Saat ini, pihaknya juga mendorong pelaporan implementasi SDGs di berbagai kota dan provinsi melalui Voluntary Local Review.
Berbagai praktik baik implementasi SDGs di Indonesia disebut menjadi contoh banyak negara lainnya. Hingga kini, terdapat 32 dari 38 provinsi yang menetapkan rencana aksi daerah SDGs, 54 SDGs Center di berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang menjadi pusat kajian dan inovasi implementasi pembangunan berkelanjutan, hingga 154 perusahaan telah menerbitkan laporan keberlanjutan.
Untuk mendokumentasikan praktik terbaik dari berbagai pihak, telah dikembangkan dashboard repository sebagai platform informasi dan pembelajaran, serta E-Monev (Monitoring dan Evaluasi) dalam rangka memantau dan mengevaluasi capaian SDGs melalui SDGs dashboard nasional yang dapat diakses semua pihak.
Beberapa contohnya ialah inisiatif sekolah peternak rakyat dari Institut Pertanian Bogor (IPB) yang memberdayakan para peternak di desa melalui penerapan sirkular ekonomi sehingga mengurangi efek gas rumah kaca, lalu Aruna Indonesia (integrated fisheries commerce startup) memberikan dampak signifikan bagi kesejahteraan nelayan skala kecil melalui penyediaan pasar yang adil dan transparan beserta pendidikan perikanan berkelanjutan.
Kemudian, ada pula Nara Kreatif (kewirausahaan sosial) yang membuka sekolah kesetaraan untuk mengatasi permasalahan angka putus sekolah melalui bisnis pengelolaan lingkungan. Program ini dinyatakan sudah menjangkau masyarakat rentan, sehingga mereka memperoleh ijazah kesetaraan dan membuka peluang memperoleh pekerjaan lebih baik.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Bappenas menegaskan bahwa peningkatan produktivitas tenaga kerja menjadi kunci bagi pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan inklusif. Saat ini, total faktor produktivitas Indonesia masih berada di posisi rendah dibandingkan negara lain. “Dengan pendidikan berkualitas yang mampu mengantisipasi perubahan keterampilan hingga 44 persen, kita optimis dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja,” ungkap dia.
Potensi green jobs juga sangat besar yang ditargetkan 15,3 juta pekerja di sektor hijau pada tahun 2045. Sektor hijau dinilai akan terus berkembang sejalan dengan komitmen Indonesia menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) hingga 31,89 persen sesuai enhanced nationally determined contribution.
Ke depan, peran generasi muda melalui pendidikan dan pengembangan kompetensi serta keterampilan kerja dikatakan menjadi katalis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi hijau, inovasi, dan digitalisasi yang berkelanjutan.
“Kami yakin kebijakan transformasional yang lebih inklusif dan berkelanjutan memperkuat kolaborasi lintas sektor serta pelokalan SDGs dengan pendekatan spesifik di tiap daerah akan menciptakan keadilan dan ekonomi yang lebih merata,” kata Suharso.