ESGNOW.ID, RIYADH — Negara-negara gagal mencapai kesepakatan dalam Pertemuan Kekeringan dan Penggurunan PBB yang digelar di Riyadh, Arab Saudi. Sebanyak 197 negara gagal menyetujui rencana untuk mengatasi kekeringan global yang kini berlangsung semakin lama dan semakin buruk akibat perubahan iklim.
"Pihak-pihak membutuhkan lebih banyak waktu untuk menyepakati cara terbaik untuk melangkah maju mengatasi isu penting kekeringan," kata Kepala Badan Kekeringan dan Penggurunan PBB (UNCCD) Ibrahim Thiaw, Ahad (15/12/2024).
Pada awal bulan ini, Konvensi untuk Mengatasi Penggurunan (UNCCD) merilis laporan yang memperingatkan bila pemanasan global terus berlanjut maka hampir lima miliar orang termasuk sebagian besar di Eropa, sebagian Amerika Serikat (AS), Brasil, Asia dan Afrika akan terdampak degradasi lahan pada akhir abad ini. Sekitar seperempat orang dari populasi bumi saat ini. Laporan itu juga mengungkapkan risiko-risiko degradasi lahan dan penggurunan, seperti pelemahan ketahanan pangan di seluruh dunia.
Pertemuan Kekeringan dan Penggurunan merupakan pertemuan keempat PBB tahun ini di mana negara-negara gagal membuat kesepakatan atau kesepakatan yang dicapai mengecewakan. Seperti pertemuan mengenai keanekaragaman hayati, perubahan iklim dan polusi plastik. Hal ini membuat banyak negara khawatir terutama yang paling rentan. Negara-negara yang berpartisipasi dalam diskusi Riyadh memutuskan untuk menunda masalah ini hingga perundingan 2026, yang diselenggarakan oleh Mongolia. Thiaw mengatakan pertemuan tahun ini "seperti pertemuan-pertemuan" kekeringan dan penggurunan yang sudah digelar selama 30 tahun.
"Kami mengangkat agenda lahan dan kekeringan di luar diskusi sektoral, menetapkannya sebagai landasan upaya global untuk mengatasi tantangan yang saling terkait seperti perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, kerawanan pangan, migrasi, dan keamanan global," kata Thiaw.
Solusi jangka-panjang untuk kekeringan seperti menahan perubahan iklim tidak menjadi fokus pembahasan. Tuan rumah Arab Saudi dikritik menahan kemajuan upaya pemangkasan emisi dari bahan bakar fosil di pertemuan-pertemuan PBB lainnya.
Arab Saudi merupakan produsen dan eksportir minyak terbesar di dunia, dengan cadangan minyak terbesar kedua. Di awal pertemuan, Arab Saudi dan sejumlah negara serta bank-bank internasional berjanji akan menyalurkan 2,15 miliar dolar AS untuk memperkuat daya tahan dari kekeringan.
Kelompok Koordinasi Arab (ACG) yang terdiri dari 10 bank pembangunan yang berbasis di Timur Tengah juga berkomitmen menyalurkan 10 miliar dolar AS pada tahun 2030 untuk mengatasi degradasi lahan, penggurunan dan kekeringan. Dana tersebut diharapkan dapat membantu 80 negara yang paling rentan terhadap dampak kekeringan paling buruk. Namun PBB memperkirakan kekeringan di seluruh dunia antara 2007 sampai 2017 menelan biaya hingga 125 miliar dolar AS.
Ketua negosiator Panama Erika Gomez mengatakan meski tidak adanya kesepakatan yang tercapai, tapi ada kemajuan signifikan yang diraih di beberapa isu penting lain. “Kami telah mencapai beberapa pencapaian penting, terutama dalam hal meningkatnya daya tarik keterlibatan masyarakat sipil dan keputusan gender,” kata Gomez.
Jes Weigelt dari lembaga think-tank, TMG Research, yang memantau jalannya perundingan menjelaskan sampai pertemuan berakhir negara-negara tidak dapat menyepakati apakah instrumen baru untuk merespons kekeringan harus mengikat secara hukum atau tidak. “Saya khawatir, COP 16 UNCCD mengalami nasib yang sama dengan COP keanekaragaman hayati dan iklim tahun ini. Gagal menghasilkan sesuatu,” katanya.