Kamis 16 Jan 2025 14:43 WIB

Menhut Sebut Program Lahan Pangan 20 Juta Hektare tak Rusak Hutan

Pemerintah akan mengggunakan pola tumpang sari.

Red: Satria K Yudha
Petani gaharu melakukan penyuntikan menggunakan cairan inokulan ke batang pohon gaharu di Desa Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Rabu (11/12/2024). Pohon Gaharu (Aquilaria malaccensis) merupakan salah satu tanaman yang dimanfaatkan warga setempat untuk dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Kayu gaharu tersebut dapat dijumpai di wilayah hutan hujan tropis seperti di Indonesia, Bangladesh, Bhutan, India, Iran, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, dan Thailand. Gaharu tersebut biasanya digunakan untuk bahan dasar parfum, obat batuk, anti jamur dan insektisida dengan harga jual sekitar Rp4 juta per kilogram. Budidaya pohon gaharu tersebut merupakan bagian dari program YAPEKA dalam konsorsium Konservasi Rimbang Baling bersama Masyarakat yang Berdaulat (Kerabat)  untuk meningkatkan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat sekitar selain tanaman komiditi karet.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Petani gaharu melakukan penyuntikan menggunakan cairan inokulan ke batang pohon gaharu di Desa Tanjung Belit, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Rabu (11/12/2024). Pohon Gaharu (Aquilaria malaccensis) merupakan salah satu tanaman yang dimanfaatkan warga setempat untuk dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Kayu gaharu tersebut dapat dijumpai di wilayah hutan hujan tropis seperti di Indonesia, Bangladesh, Bhutan, India, Iran, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, dan Thailand. Gaharu tersebut biasanya digunakan untuk bahan dasar parfum, obat batuk, anti jamur dan insektisida dengan harga jual sekitar Rp4 juta per kilogram. Budidaya pohon gaharu tersebut merupakan bagian dari program YAPEKA dalam konsorsium Konservasi Rimbang Baling bersama Masyarakat yang Berdaulat (Kerabat) untuk meningkatkan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat sekitar selain tanaman komiditi karet.

ESGNOW.ID,  DENPASAR - Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni meluruskan isu soal pemerintah hendak melakukan deforestasi hutan, mengubah 20,6 juta hektare lahan menjadi lahan pangan dan energi. Raja Juli menjelaskan yang akan pemerintah lakukan adalah pola tumpang sari, sehingga tidak mengorbankan hutan, justru mengoptimalkan fungsi hutan.

“Jadi idenya justru di 20,6 juta hektare ini tetap menjadi kawasan hutan bukan hutannya dibuka, bukan dirusak, bukan dilakukan deforestasi tapi maksimalkan fungsi hutan. Jadi boleh nanti menanam jati menanam sengon tapi di bawahnya ditanam padi gogo atau jagung,” kata dia, Kamis (16/1/2025).

Ia menjelaskan awalnya terdapat nomenklatur yang mengatur hutan cadangan pangan dan air. Setelah diidentifikasi, ada sekitar 20,6 juta hektare tanah yang dapat dimaksimalkan fungsi hutannya dengan menanam tanaman-tanaman pangan maupun energi.

Berdasarkan hal itu, pemerintah ingin mendorong agar mencapai swasembada pangan. Jika dilakukan pola tumpang sari untuk penanaman padi di 1 juta hektare lahan, maka akan menghasilkan 3,5 juta ton beras setara dengan jumlah impor Indonesia.

“Kemarin sudah dihitung dengan Menteri Pertanian kalau impor beras kita tahun 2023 itu 3,5 juta ton, kalau kita tanam dengan cara tumpang sari di kawasan hutan maka 1 hektare itu bisa memproduksi 3,5 ton beras dengan bibit terbaru dari Unsoed, artinya kita tidak perlu impor lagi,” ujarnya.

Ia mengatakan dengan pola ini maka Indonesia dapat mencapai swasembada pangan dengan tetap menjaga hutan dan meminimalisasi deforestasi.

“Jangan salah lagi, kita tidak membuka hutan jadi ini adalah hutan yang sudah ada kita tanami lagi pohon-pohon yang lebat, di bawahnya ditanam tanaman-tanaman pangan yang menguntungkan rakyat, logikanya hutan cadangan pangan itu justru meminimalisir terjadinya deforestasi,” kata dia.

Raja Juli mengatakan 20,6 juta hektare hutan ini tersebar di seluruh Indonesia, di mana bersama Kementerian Pertanian mereka akan mulai menanam di 50 hektare lahan pada 22 Januari 2025.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement