ESGNOW.ID, ROMA -- Negara-negara di seluruh dunia berkumpul di Roma pada pekan ini untuk membahas bagaimana menghasilkan 200 miliar dolar AS per tahun untuk melestarikan biodiversitas. Negara-negara juga akan mendorong kerja sama global saat Amerika Serikat (AS) menarik diri dari upaya perlindungan lingkungan.
Sejak dilantik pada Januari lalu, Donald Trump menarik AS dari Perjanjian Paris dan pendanaan pembangunan global. Langkah ini membayangi pertemuan tersebut dan menambah tekanan pada peserta yang hadir meski perekonomian terbesar bukan penandatangan upaya ini.
Setelah ditandatangani pada 2022, perjanjian untuk menghentikan penghilangan keanekaragaman hayati pada 2030, yakni Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework, negara-negara berkumpul di Cali, Kolombia, pada Oktober 2024. Mereka membahas bagaimana membiayai upaya tersebut.
Meskipun negara-negara sepakat membentuk pendanaan untuk mengumpulkan uang dari perusahaan-perusahaan yang mengambil keuntungan dari data genetik yang terdapat di alam atau yang dinamakan 'Dana Cali,'- para negosiator gagal untuk menyepakati siapa saja yang harus membayar dan bagaimana cara mengelola uang tersebut.
Organisasi konservasi lingkungan WWF, mengatakan kebutuhan untuk bertindak sangat mendesak, dengan populasi satwa liar bertulang belakang turun 73 persen sejak tahun 1970.
Di antara pertanyaan-pertanyaan yang paling sulit dijawab adalah bagaimana membuat negara-negara kaya di Eropa dan di benua lain membayar untuk membantu negara yang lebih miskin ketika ketersediaan dana untuk memberikan hibah atau pinjaman berbunga rendah mulai menurun di tengah-tengah krisis biaya hidup yang lebih luas.
Dalam pertemuan di Cali pada Oktober 2024, hanya 163 juta dolar AS yang dijanjikan untuk mengatasi hilanganya keanekaragaman hayati. Sangat jauh dari 30 miliar dolar AS per tahun yang diupayakan pada akhir dekade ini.
Pertemuan di Roma diperkirakan tidak akan menghasilkan janji yang lebih besar. Tetapi para pengamat menginginkan transparansi yang lebih besar tentang siapa yang membayar untuk alam dan berapa banyak.
Potensi gagalnya perundingan tanggal 25-27 Februari di Roma masih tetap tinggi, dan akan menghambat upaya Brasil untuk lebih mengintegrasikan alam ke dalam upaya dunia untuk mengatasi perubahan iklim, saat menjadi tuan rumah putaran berikutnya dari perundingan iklim global di kota Belem, Brasil, pada bulan November.
Meskipun Amerika Serikat bukan merupakan pihak dalam Konvensi Keanekaragaman Hayati PBB, skala perubahan kebijakan baru-baru ini dapat memberikan dampak yang mengerikan terhadap kesediaan negara-negara untuk menjanjikan dana dan mendukung kebijakan yang ramah lingkungan.
CEO lembaga think-tank yang fokus pada kebijakan ekonomi dan lingkungan The Common Initiative, Oscar Soria, mengatakan negara-negara harus mengatasi ketegangan politik dan pendanaan keanekaragaman hayati.
“Ini bisa menjadi momen bersejarah. Jika mereka berambisi, pertanyaannya adalah apakah mereka akan bertarung demi masa depan seperti gladiator atau membiarkan kesempatan ini berlalu begitu saja," katanya.