ESGNOW.ID, BRUSSELS -- Amerika Serikat (AS) keluar dari dewan pendanaan dampak perubahan iklim PBB. Dana itu digunakan untuk membantu negara-negara pendapatan rendah dan rentan menghadapi dampak perubahan iklim.
Mundurnya AS dari dewan pendanaan dampak perubahan iklim ini salah satu dari banyak langkah pemerintah Presiden Donald Trump menarik dukungan AS dari upaya mengatasi pemanasan global. Trump sudah menarik negara terkaya di dunia dari inisiatif-inisiatif multilateral.
Saat mulai menjabat bulan Januari lalu, ia mengeluarkan AS dari Perjanjian Paris, menahan partisipasi ilmuwan pemerintah federal AS dalam asesmen perubahan iklim, dan menarik AS dari perjanjian untuk membantu negara-negara berkembang beralih dari batu bara atau yang disebut Just Energy Transition Partnership (JETP).
Hampir 200 negara sepakat meluncurkan pendanaan "loss and damage" di Pertemuan Perubahan Iklim PBB (COP28) di Dubai, Uni Emirat Arab pada 2023 lalu. Kesepakatan ini menjadi kemenangan negara-negara berkembang yang sudah bertahun-tahun meminta bantuan untuk menghadapi meningkatnya peristiwa cuaca ekstrem.
Pada Jumat (7/3/2025) kantor berita Reuters melihat surat yang menyatakan mundurnya AS dari dewan pendanaan tersebut.
"Baik Anggota Dewan Amerika Serikat dan Anggota Dewan Alternatif Amerika Serikat mundur, tidak digantikan representatif AS," kata representatif AS di dewan pendanaan iklim PBB Rebecca Lawlor dalam surat yang diserahkan ke ketua dewan Jean-Christophe Donnellier.
Dalam surat yang bertanggal 4 Maret lalu itu Lawlor mengatakan penarikan ini "segera berlaku." Departemen Keuangan AS belum menanggapi permintaan komentar.
Bank Dunia yang presidennya dinominasikan AS menjadi lembaga yang mengelola pendanaan iklim tersebut. Surat AS tidak menyinggung perubahan pengaturan pengelolaan dana atau menegaskan apakah keluarnya AS dari dewan akan diikuti dengan penarikan dana.
Berdasarkan data PBB hingga 23 Januari, negara-negara kaya menjanjikan 741 juta dolar AS untuk dana tersebut. Sementara AS berjanji menyumbang 17,5 juta dolar AS. Belum diketahui apakah AS akan tetap menepati janjinya atau tidak.
Dana itu akan mulai membiayai berbagai proyek tahun ini. Mendukung negara-negara rentan yang sudah lama dilanda banjir, kekeringan dan dampak perubahan iklim lainnya.
Aktivis dan direktur Yayasan Iklim Satat Sampada nirlaba Harjeet Singh mengatakan mundurnya AS dari dana tersebut tidak membebaskan negara itu dari tanggung jawabnya untuk mengatasi kerusakan iklim.
"Sebagai penghasil emisi terbesar dalam sejarah, AS menanggung sebagian besar kesalahan atas kesulitan iklim yang mempengaruhi populasi rentan di seluruh dunia," kata Singh.