Senin 14 Apr 2025 12:24 WIB

Indonesia Masuk Fase Musim Kemarau, Siapkan Langkah Antisipasi

BMKG memberikan rekomendasi penting bagi berbagai sektor.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Foto udara sejumlah warga duduk di tepi Waduk Perning yang mengering di Nganjuk, Jawa Timur, Rabu (16/10/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Mada
Foto udara sejumlah warga duduk di tepi Waduk Perning yang mengering di Nganjuk, Jawa Timur, Rabu (16/10/2024).

ESGNOW.ID,  BEKASI --- Indonesia memasuki fase musim kemarau tahun 2025, terhitung sejak April dan diperkirakan akan meluas ke berbagai wilayah. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam analisis terbarunya hingga pertengahan April 2025 memprediksi kemarau kali ini cenderung lebih singkat di sebagian besar wilayah, akan tetapi kewaspadaan dan langkah antisipasi tetap harus dilakukan..

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa awal musim kemarau tidak terjadi secara serentak di seluruh Indonesia. "Pada April 2025, akan ada sebanyak 115 Zona Musim (ZOM) yang memasuki musim kemarau. Jumlah ini diperkirakan terus bertambah pada Mei dan Juni, menjangkau sebagian besar Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua," ungkap Dwikorita dalam siaran pers, Senin (14/4/2025).

Dwikorita menyampaikan bahwa kondisi iklim global seperti El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) saat ini berada dalam fase netral, sehingga tidak ada gangguan iklim signifikan dari samudra besar hingga paruh kedua tahun ini. Namun, suhu permukaan laut di sekitar Indonesia terpantau lebih hangat dari biasanya dan diperkirakan akan bertahan hingga September. Kondisi ini berpotensi mempengaruhi cuaca lokal di berbagai daerah.

Puncak musim kemarau tahun ini diprediksi terjadi antara Juni hingga Agustus 2025. Beberapa wilayah seperti Jawa bagian tengah hingga timur, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Maluku diperkirakan akan mengalami puncak kekeringan pada bulan Agustus.

Mengenai karakteristik musim kemarau 2025, BMKG memproyeksikan bahwa sekitar 60 persen wilayah Indonesia akan mengalami kemarau dengan kondisi normal. Sementara itu, 26 persen wilayah diperkirakan akan mengalami kemarau yang lebih basah dari biasanya, dan 14 persen wilayah lainnya akan menghadapi kemarau yang lebih kering.

"Meskipun durasi musim kemarau diprediksi lebih pendek di sebagian besar wilayah, tapi sekitar 26 persen wilayah, terutama di sebagian Sumatra dan Kalimantan, justru akan mengalami musim kemarau yang lebih panjang," imbuh Dwikorita.

Menyikapi kondisi ini, BMKG memberikan rekomendasi penting bagi berbagai sektor. Sektor pertanian diimbau untuk menyesuaikan jadwal tanam dengan prediksi awal musim kemarau di masing-masing wilayah, memilih varietas tanaman yang lebih tahan terhadap kekeringan, serta mengoptimalkan pengelolaan sumber daya air guna menjaga produktivitas.

"Bagi wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau lebih basah, ini dapat menjadi peluang untuk memperluas areal tanam dan meningkatkan hasil panen, dengan tetap memperhatikan potensi serangan hama," ujar Dwikorita.

Selain itu, kewaspadaan tinggi juga ditekankan pada potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), terutama di wilayah yang diperkirakan mengalami musim kemarau dengan kondisi normal hingga lebih kering.

Upaya pembasahan lahan gambut di wilayah yang masih menerima curah hujan serta pengisian embung-embung penampungan air di area rawan kebakaran menjadi langkah antisipasi yang disarankan.

BMKG juga mengingatkan masyarakat terkait potensi penurunan kualitas udara di wilayah perkotaan dan daerah yang rentan terhadap karhutla. Dampak suhu panas dan kelembapan udara yang tinggi juga perlu diwaspadai karena dapat mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan masyarakat secara umum.

Dengan memasuki fase musim kemarau ini, sinergi antara pemerintah daerah, instansi terkait, dan masyarakat menjadi kunci penting dalam meminimalkan dampak negatif dan mengoptimalkan potensi yang ada di berbagai sektor.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement
Advertisement
Advertisement