ESGNOW.ID, JAKARTA – Organisasi-organisasi non-profit yang tergabung dalam Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat mendesak DPR RI segera mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Adat. Koalisi menegaskan undang-undang itu bagian dari keadilan konstitusional dan perlindungan menyeluruh bagi masyarakat adat di Indonesia.
Dalam pernyataannya, Koalisi juga mempertanyakan makna “hak-hak tradisional” dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, serta menegaskan pentingnya kehadiran payung hukum nasional yang melindungi eksistensi masyarakat adat.
Koalisi prihatin atas ketidakjelasan definisi hukum terkait “hak-hak tradisional”, yang hingga kini belum sepenuhnya diterangkan dalam peraturan perundang-undangan. Menurut mereka, frasa yang menggantikan istilah “hak asal-usul” pasca amandemen UUD 1945 ini, menyimpan konsekuensi hukum dan sosial yang mendalam bagi pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan masyarakat adat.
“RUU Masyarakat Adat adalah wujud konkret dari amanat konstitusi," kata akademisi dari IPB University Rina Mardiana.
Rina mengatakan, tanpa undang-undang ini, pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat masih bersifat sektoral, lambat, diskriminatif, dan rawan menimbulkan konflik. Rina menjelaskan masyarakat adat adalah masyarakat otonom yaitu masyarakat yang memiliki hubungan historis dan budaya yang kuat dengan wilayah tertentu, serta memiliki sistem hukum, sosial, dan ekonomi sendiri yang berbeda dari masyarakat di sekitarnya.
"Mereka memiliki hak atas tanah dan sumber daya alam secara tradisional, serta hak untuk mengatur diri sendiri. Mereka bukan dari pecahan dari negara atau pecahan kerajaan (eks-swapraja)," katanya.
Aktivis dari Perkumpulan HuMa, Erwin menambahkan, berdasarkan risalah sidang perubahan UUD 1945, dapat disimpulkan istilah “hak tradisional” memang dimaksudkan untuk membuat pengertian hak-hak tradisional menjadi fleksibel. Karena sampai akhir pengesahan, Pasal 18B ayat (2) tidak disepakati secara rinci ruang lingkup hak tradisional.
Erwin berpendapat selain original intent dari frasa hak-hak tradisional dapat menjadi salah satu rujukan untuk merumuskan hak-hak masyarakat adat dalam RUU Masyarakat Adat.
“Selain itu, pelbagai norma yang sudah berlaku dan situasi-situasi yang dihadapi oleh masyarakat adat menjadi rujukan lainnya" katanya.
Erwin mengatakan UU masyarakat Adat harus memperjelas hak-hak yang melekat di masyarakat adat, memastikan hak tersebut adalah HAM, dan menjadikan Negara bertanggung jawab untuk menghormati, memenuhi dan melindungi hak-hak tersebut.
Realitas di lapangan semakin memperkuat urgensi ini. Di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, masyarakat adat menghadapi tantangan hilangnya akses terhadap sumber daya agraria akibat tidak adanya payung hukum tersebut. Dibutuhkan dukungan dari DPR RI untuk menciptakan payung hukum yang
mengatur khusus terkait masyarakat adat.
“Sudah berbagai upaya kami tempuh, agar kedudukan masyarakat adat mendapatkan perlindungan dan pengakuan yang utuh, tapi tanpa dukungan regulasi nasional, kami hanya disikapi sebagai gangguan pembangunan”, kata Triawan Umbu Uli Mekahati dari Koppesda Sumba.