ESGNOW.ID, JAKARTA -- Setiap tahun dunia memperingati Hari Bumi yang jatuh pada 22 April. Hari Bumi pertama kali diperingati pada 22 April 1970 sebagai gerakan lingkungan terbesar di dunia yang bertujuan meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian alam dan keberlanjutan bumi.
Dikutip dari situs resminya, penyelenggara Hari Bumi internasional, EARTHDAY.ORG (EDO) mengatakan setelah lebih dari lima dekade, tantangan perubahan iklim semakin mendesak sehingga fokus kampanye diarahkan pada transisi energi bersih.
Menurut data terbaru, saat ini pasokan listrik yang berasal dari sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan hidro masih belum mencukupi kebutuhan dunia. Target produksi listrik dari energi terbarukan naik tiga kali lipat tahun 2030 diharapkan dapat mempercepat pengurangan emisi karbon serta memperlambat laju pemanasan global.
Hari Bumi tahun ini mengusung tema Our Power, Our Planet. Kampanye ini melibatkan berbagai inisiatif mulai dari edukasi masyarakat tentang efisiensi energi hingga advokasi kebijakan pemerintah agar mendukung investasi besar-besaran dalam teknologi hijau.
EARTHDAY.ORG menegaskan keberhasilan misi ini membutuhkan partisipasi aktif tidak hanya oleh pemerintah dan sektor swasta tetapi juga oleh individu di seluruh dunia melalui perubahan gaya hidup sehari-hari seperti penggunaan kendaraan ramah lingkungan dan penghematan listrik rumah tangga.
EDO mengatakan sejumlah negara telah menunjukkan komitmen kuat terhadap agenda transisi energi hijau melalui berbagai program nasional maupun kerjasama internasional seperti Perjanjian Paris tentang perubahan iklim. Namun demikian, tantangan teknis maupun politik masih menjadi hambatan utama percepatan implementasinya terutama di negara berkembang yang bergantung pada bahan bakar fosil murah sebagai sumber utama energi mereka saat ini.
Sementara itu organisasi lingkungan Indonesia, Greenpress mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya umat lingkungan, untuk kembali merefleksikan peran dan tanggung jawab bersama dalam menjaga kelestarian bumi. Direktur Eksekutif Greenpress Indonesia, Igg Maha Adi, menyatakan Hari Bumi seharusnya bukan sekadar seremoni tahunan, tetapi momentum refleksi sekaligus aksi.
“Hari Bumi adalah momentum refleksi, bukan seremoni. Ini saatnya kita kembali bertanya: sudah sejauh mana kita menjaga bumi, dan apa warisan yang akan kita tinggalkan untuk generasi mendatang?”kata Igg Maha Adi di Jakarta dalam pernyataannya.
Hal senada disampaikan Sekretaris Jenderal Greenpress Indonesia Marwan Aziz yang menekankan pentingnya konsistensi gerakan lingkungan di tengah krisis iklim yang semakin nyata. “Sebagai pegiat lingkungan, kami tidak boleh lelah bersuara dan bertindak. Bumi kita sedang sakit, dan hanya komitmen bersama yang bisa menyembuhkannya. Greenpress akan terus berada di garis depan mengawal isu-isu lingkungan di Indonesia,” ujarnya.
Greenpress Indonesia yang telah aktif sejak Oktober 2004 sebagai wadah para jurnalis dan pegiat lingkungan, menyoroti berbagai isu krusial mulai dari deforestasi, pencemaran laut, eksploitasi tambang, hingga krisis air dan iklim ekstrem yang kini makin terasa di berbagai wilayah Indonesia.
Melalui momentum Hari Bumi 2025, Greenpress juga menyerukan percepatan transisi energi bersih dan penghentian investasi energi fosil, perlindungan kawasan hutan dan wilayah adat, penguatan kebijakan pengelolaan sampah berbasis masyarakat, dan pendidikan serta literasi lingkungan sejak usia dini.