Senin 26 May 2025 11:10 WIB

Penanaman Pohon tak Cukup, Kebakaran Hutan Ancaman Serius Bagi Iklim

Program carbon offset selama ini terlalu fokus pada penanaman pohon.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Petugas pemadam kebakaran melompati pagar saat berusaha memadamkan kebakaran besar yang melanda kawasan Pacific Palisades, Los Angeles, California, Selasa (7/1/2025).
Foto: AP Photo/Ethan Swope
Petugas pemadam kebakaran melompati pagar saat berusaha memadamkan kebakaran besar yang melanda kawasan Pacific Palisades, Los Angeles, California, Selasa (7/1/2025).

ESGNOW.ID,  ONTARIO — Hutan yang selama ini dianggap sebagai penyerap karbon kini mulai berubah menjadi sumber emisi karbon akibat meningkatnya kebakaran hutan di berbagai belahan dunia. Fenomena ini terjadi di kawasan boreal, Amazon, hingga Australia, dan mengancam efektivitas upaya global menekan emisi.

Laporan terbaru United Nations University Institute for Water, Environment and Health (UNU-INWEH) menyebutkan bahwa sistem perdagangan karbon dan kebijakan iklim saat ini sering gagal mempertimbangkan dampak besar kebakaran hutan. Dalam laporan berjudul Beyond Planting Trees, para peneliti memperingatkan bahwa proyek penyerapan karbon justru bisa memperburuk situasi jika tidak memperhitungkan kondisi hutan yang berubah akibat pemanasan global.

“Menanam pohon saja tidak lagi cukup. Hutan yang tertekan oleh pemanasan global dan kekeringan bisa berubah menjadi sumber karbon raksasa ketika terbakar,” kata Ju Hyoung Lee, peneliti Remote Sensing Lingkungan dan Hidrologi Spasial di UNU-INWEH, yang memimpin penyusunan laporan tersebut, seperti dikutip dari EurekAlert.

Lee menekankan perlunya pergeseran dari kebijakan kehutanan yang bersifat statis ke arah manajemen risiko yang dinamis. Program carbon offset selama ini terlalu fokus pada penanaman pohon, tanpa mempertimbangkan kerentanan hutan terhadap kekeringan, kebakaran, dan serangan hama yang melemahkan ketahanan ekosistem.

Alih-alih menjadi solusi, penanaman pohon dalam beberapa kasus justru meningkatkan risiko kebakaran karena menciptakan vegetasi yang terlalu padat. Laporan ini menyerukan agar proyek offset karbon mempertimbangkan kondisi lokal, seperti curah hujan, kesehatan tanah, prediksi kekeringan dan gelombang panas, serta manajemen bahan bakar alami seperti ranting dan daun kering.

“Hutan adalah sekutu kuat kita dalam melawan perubahan iklim, tetapi hanya jika kita mengelolanya sebagai sistem yang hidup dan dinamis,” ujar Direktur UNU-INWEH, Profesor Kaveh Madani.

Madani menambahkan, integrasi data satelit dan manajemen proaktif dapat mencegah kebakaran besar yang berpotensi menggagalkan upaya dekarbonisasi selama beberapa dekade terakhir. Namun, pasar offset karbon masih beroperasi berdasarkan asumsi statis yang mengabaikan risiko kebakaran dan perubahan struktural pada hutan akibat pemanasan global.

Laporan ini merekomendasikan pemanfaatan observasi satelit secara real-time untuk mengidentifikasi area hutan dengan kepadatan pohon tinggi yang berisiko terbakar. Dengan pendekatan ini, pemerintah dan pelaku pasar karbon bisa mengecualikan wilayah rawan dari proyek offset dan menyusun strategi pencegahan kebakaran yang lebih efektif.

UNU-INWEH juga mendorong pembentukan platform global untuk menyalurkan data satelit ke pasar karbon sukarela dan program manajemen kebakaran. Integrasi ini diharapkan bisa menyelaraskan insentif finansial dengan kondisi ekosistem yang semakin rentan terhadap kekeringan dan perubahan iklim.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement