Senin 12 May 2025 03:46 WIB

Kebakaran Hutan, MenLH Minta Perusahaan Sawit Tanggung Jawab

Pemerintah atur strategi cegah kebakaran hutan di musim kemarau 2025

Rep: Lintar Satria/ Red: Intan Pratiwi
Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Barat berusaha memadamkan api kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di kawasan lahan gambut Desa Leuhan, Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, Rabu (12/2/2025). Berdasarkan data BPBD Aceh Barat menyebutkan kebakaran lahan gambut yang terjadi sejak tiga hari terakhir di Kabupaten Aceh Barat telah mencapai 9,5 hektar diduga untuk pembukaan lahan baru yang tersebar di Kecamatan Woyla dan Kecamatan Johan Pahlawan.
Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Barat berusaha memadamkan api kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di kawasan lahan gambut Desa Leuhan, Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, Rabu (12/2/2025). Berdasarkan data BPBD Aceh Barat menyebutkan kebakaran lahan gambut yang terjadi sejak tiga hari terakhir di Kabupaten Aceh Barat telah mencapai 9,5 hektar diduga untuk pembukaan lahan baru yang tersebar di Kecamatan Woyla dan Kecamatan Johan Pahlawan.

ESGNOW.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk menghadapi ancaman kebakaran lahan pada musim kemarau 2025. Hanif mengatakan masalah kebakaran lahan bukan hanya tantangan lingkungan, tetapi juga ancaman serius bagi ketahanan pangan dan energi yang menjadi prioritas pemerintah.

"Semua pihak harus bersatu padu dalam menghadapinya," kata Hanif dalam rapat koordinasi bersama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) di Provinsi Riau, Sabtu (10/5/2025).

Riau merupakan wilayah dengan potensi tinggi kebakaran hutan. Dikutip dari siaran pers Kementerian Lingkungan Hidup, Hanif mengingatkan pentingnya kesiapsiagaan dini dalam menghadapi musim kemarau yang diperkirakan akan meningkatkan risiko kebakaran, terutama di lahan gambut dan perkebunan.

“Kebakaran hutan dan lahan adalah ancaman yang nyata. Kita tidak bisa menunggu hingga api mulai menyebar, kita harus bertindak sebelum itu terjadi,” kata Hanif.

Pemerintah, menurutnya, mengidentifikasi perubahan iklim dan pola cuaca yang semakin ekstrem, termasuk musim kemarau yang panjang, menjadi faktor utama dalam meningkatkan kerawanan kebakaran. Ia mengatakan semua pihak harus lebih waspada terhadap potensi kebakaran yang semakin besar.

"Dalam kondisi ini, kita perlu memperkuat upaya preventif dan memastikan setiap lapisan masyarakat dan sektor industri memahami perannya dalam pengendalian kebakaran lahan,” jelasnya.

Hanif menambahkan berdasarkan data terbaru, saat ini terdapat 184 titik panas (hotspot) di seluruh Indonesia hingga 9 Mei 2025. Meskipun jumlahnya menurun sekitar 61 persen dibandingkan dengan tahun 2024, tetap saja kebakaran hutan dan lahan masih menjadi ancaman besar, terutama di beberapa wilayah seperti Aceh, Sumatera Utara, dan Riau.

“Angka hotspot ini adalah indikator nyata dari meningkatnya kerawanan kebakaran. Meskipun ada penurunan, kita tidak boleh lengah. Kami harus lebih proaktif, memperkuat sistem peringatan dini, dan merespons lebih cepat setiap tanda-tanda bahaya,” kata Hanif.

Lebih lanjut, Hanif menyoroti lima faktor utama yang menyebabkan kebakaran lahan, yang meliputi penyiapan lahan untuk pertanian, kebakaran di lahan konflik, dan kebakaran yang terjadi di area gambut selama musim kering. Kebakaran lahan di area gambut sangat berisiko tinggi, terutama di musim kemarau.

“Kita tidak bisa lagi membiarkan kebakaran lahan dianggap sebagai hal yang wajar. Ini adalah waktu untuk bertindak, bukan hanya untuk mengatasi masalah kebakaran, tetapi untuk mencegahnya sejak dini.”

Hanif juga mengapresiasi upaya dari GAPKI, yang menunjukkan komitmen kuat dalam mengurangi risiko kebakaran lahan melalui langkah-langkah preventif dan kesiapsiagaan yang matang. Ia menegaskan Gapki dan seluruh perusahaan anggotanya memiliki peran vital dalam pengendalian kebakaran lahan.

"Jika perusahaan bisa mengimplementasikan sistem manajemen kebakaran yang baik, maka kita memiliki harapan besar untuk mencapai target zero kebakaran di wilayah perkebunan,” kata Hanif.

Hanif menekankan perlunya kolaborasi yang lebih kuat antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam mitigasi bencana kebakaran lahan. Ia menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah, masyarakat, akademisi, dan sektor swasta dalam mengatasi masalah kebakaran lahan.

"Kolaborasi inilah yang akan membuat kita lebih siap menghadapi musim kemarau dan kebakaran lahan yang datang,” jelas Hanif.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement