ESGNOW.ID, OSLO — Upaya mengurangi polusi udara di Asia Timur, terutama di Cina, justru berisiko mempercepat pemanasan global. Temuan ini disampaikan dalam studi terbaru Center for International Climate Research (Cicero) yang dipublikasikan di Nature Communications Earth and Environment.
Studi tersebut menyoroti bahwa kebijakan pengurangan polusi udara dalam 15 tahun terakhir, khususnya emisi partikel aerosol seperti sulfat, berdampak tak terduga terhadap suhu global. Padahal, polusi udara ditengarai menyebabkan sekitar satu juta kematian per tahun di Cina.
Penulis utama studi, Bjørn H. Samset, mengatakan pihaknya menggunakan delapan model iklim berbeda untuk memetakan dampak kebijakan udara bersih di kawasan tersebut.
Simulasi menunjukkan bahwa pengurangan drastis aerosol di atmosfer mengurangi efek pendinginan dari partikel sulfat, yang selama ini memantulkan sinar matahari kembali ke luar angkasa.
“Hasil utama kami menunjukkan bahwa pembersihan aerosol di Asia Timur kemungkinan besar mempercepat pemanasan global dan tren pemanasan di Samudera Pasifik,” ujar Samset seperti dikutip dari Sustainability Online, Kamis (17/7/2025).
Dalam skenario yang disimulasikan, pengurangan emisi sulfat hingga 75 persen menyebabkan penurunan signifikan jumlah partikel sulfat di atmosfer. Akibatnya, efek pantulan sinar matahari melemah, dan suhu global meningkat lebih cepat.
Profesor dari University of Reading, Laura Wilcox, menambahkan bahwa dampak iklim dari polusi udara bersifat jangka pendek, berbeda dengan emisi karbon dioksida yang dapat bertahan selama berabad-abad.
“Pemanasan akan mengalami percepatan selama proses pembersihan berlangsung dan kemudian akan kembali ke kecepatan yang dipicu gas rumah kaca,” katanya.