ESGNOW.ID, MAKASSAR – Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Gakkumhut) Wilayah Sulawesi bersama Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulawesi Selatan menggagalkan upaya pengiriman ilegal 59 ekor satwa dilindungi. Satwa tersebut diduga akan dikirim ke Surabaya.
Operasi gabungan ini dilaksanakan secara mendadak pada Jumat malam, 20 Juni 2025, pukul 21.11 WITA, bertempat di sebuah rumah di Jalan Sumba Nomor 87, Kelurahan Pattununang, Kecamatan Wajo, Kota Makassar.
Satwa yang diamankan terdiri dari 2 ekor Cekakak Hutan Tunggir Hijau (Actenoides monachus), 10 ekor Kuskus Beruang Sulawesi (Ailurops ursinus), dan 47 ekor Burung Jalak Alis Api (Enodes erythrophris). Ketiga jenis ini merupakan satwa liar endemik Sulawesi yang dilindungi oleh peraturan nasional dan internasional.
Cekakak Hutan Tunggir Hijau dilindungi nasional berdasarkan Permen LHK No. P.106/2018, Kuskus Beruang tercatat dalam Apendiks II CITES, dan Burung Jalak Alis Api termasuk kategori rentan terhadap perburuan serta perdagangan ilegal.
Dalam operasi tersebut, seorang pria berinisial AF (31 tahun) ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka setelah pemeriksaan intensif selama delapan jam dan pengumpulan keterangan serta barang bukti.
Tersangka diduga kuat terlibat dalam jaringan perdagangan satwa liar antarprovinsi, khususnya antara Makassar dan Surabaya. Saat ini, AF ditahan di Ruang Tahanan Polda Sulawesi Selatan untuk proses hukum lebih lanjut.
Kepala Balai Gakkumhut Wilayah Sulawesi Ali Bahri mengatakan komitmen penegakan hukum yang tegas untuk melindungi satwa endemik Indonesia dari perdagangan ilegal.
Ia mengimbau masyarakat agar aktif melaporkan tindakan perburuan dan perdagangan satwa liar kepada aparat berwenang guna menjaga kelestarian keanekaragaman hayati di Tanah Air.
"Kami terus mendalami kasus ini dalam proses penyelidikan karena kuat dugaan pelaku merupakan bagian dari jaringan perdagangan satwa liar dilindungi antarprovinsi, khususnya Makassar–Surabaya. Penegakan hukum akan terus kami lakukan tanpa kompromi," kata Ali Bahri dalam pernyataannya, Selasa (24/6/2025).
Tersangka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024, dengan ancaman pidana penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp100 juta. Penegakan hukum akan terus dilakukan tanpa kompromi demi menyelamatkan kekayaan alam Indonesia.