ESGNOW.ID, JAKARTA -- Sebanyak 120 bangkai lumba-lumba ditemukan mati dan mengambang di sebuah anak Sungai Amazon selama sepekan terakhir. Pada ahli mengatakan bahwa fenomena ini disebabkan oleh kekeringan dan suhu air sungai yang semakin memanas.
Menurut para peneliti, rendahnya permukaan air sungai selama musim kemarau yang parah telah memanaskan air hingga mencapai suhu yang tidak dapat ditoleransi oleh lumba-lumba. Ribuan ikan telah mati baru-baru ini di Sungai Amazon karena kekurangan oksigen di dalam air.
Lumba-lumba sungai Amazon, yang sebagian besar berwarna merah muda mencolok, adalah spesies air tawar unik yang hanya ditemukan di sungai-sungai di Amerika Selatan dan merupakan salah satu dari segelintir spesies lumba-lumba air tawar yang tersisa di dunia. Siklus reproduksi yang lambat membuat populasi mereka sangat rentan terhadap ancaman.
Di tengah bau busuk bangkai lumba-lumba, pada Senin, para ahli biologi dan ahli lain kembali melanjutkan upaya evakuasi mamalia yang mati untuk diotopsi lebih lanjut. Para ilmuwan tidak mengetahui dengan pasti bahwa kekeringan dan panas adalah penyebab lonjakan kematian lumba-lumba, karenanya otopsi perlu dilakukan.
Untuk sementara, para ahli mencoba mengesampingkan penyebab lain, seperti infeksi bakteri yang dapat membunuh lumba-lumba di danau yang dibentuk oleh Sungai Tefe sebelum mengalir ke Amazon.
Sedikitnya 70 bangkai lumba-lumba muncul ke permukaan pada Kamis ketika suhu air Danau Tefe mencapai 39 derajat celsius, 10 derajat lebih tinggi dari rata-rata suhu air pada musim ini. Suhu air sempat menurun selama beberapa hari, tapi naik lagi pada hari Ahad menjadi 37 derajat celsius.
Para aktivis lingkungan menyalahkan kondisi yang tidak biasa ini pada perubahan iklim, yang mengakibatkan kekeringan dan gelombang panas menjadi lebih mungkin terjadi dan lebih parah. Peran pemanasan global dalam kekeringan di Amazon saat ini masih belum jelas, dengan faktor lain seperti El Nino yang juga berperan.
"Kami telah mendokumentasikan 120 bangkai dalam sepekan terakhir," kata Miriam Marmontel, seorang peneliti di lembaga lingkungan Mamiraua yang berfokus pada lembah sungai Amazon bagian tengah, seperti dilansir Reuters, Selasa (3/10/2023).
Sekitar delapan dari setiap 10 bangkai adalah lumba-lumba merah muda yang disebut "boto" di Brasil. Ini mewakili 10 persen dari perkiraan populasi mereka di Danau Tefe. Boto dan lumba-lumba sungai abu-abu yang disebut "tucuxi" masuk dalam daftar merah spesies yang terancam punah oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature).
"Sepuluh persen adalah persentase kehilangan yang sangat tinggi, dan kemungkinan akan meningkat dapat mengancam kelangsungan hidup spesies di Danau Tefé," kata Marmontel.
Institut Konservasi Keanekaragaman Hayati Chico Mendes di Brasil telah mengerahkan dokter hewan dan ahli mamalia air untuk menyelamatkan lumba-lumba yang masih hidup di danau. Mereka tidak dapat dipindahkan ke perairan sungai yang lebih dingin sampai para peneliti mengesampingkan penyebab bakteriologis dari kematian tersebut.