ESGNOW.ID, JAKARTA -- Direktur Manajemen Resiko PT PLN (Persero) Suroso Isnandar menyatakan, PLN menerapkan pendekatan coal face down untuk pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbahan bakar batu bara.
Menurut Suroso, pendekatan coal face down ini artinya PLTU yang ada operasinya tidak dihentikan, tapi pemerintah tidak membongkarnya. "Pendekatan coal face down dipilih karena ekonomi kita masih tumbuh ditopang oleh energi listrik yang sebagian besar masih dari PLTU batu bara," kata Suroso di Jakarta, Rabu (18/10/2023).
Pernyataan tersebut disampaikan Suroso dalam konferensi pers Hari Listrik Nasional ke-78 Enlit Asia 2023 yang bertajuk Strengthening Asean Readiness In Energy Transition di Hotel Mulia Senayan.
Suroso mencontohkan, pendekatan tersebut sudah mulai diterapkan salah satunya di PLTU Suralaya, Cilegon, Banten yang dioperasikan PT Indonesia Power. PLTU Suralaya pada unit 1, 2, 3, 4 yang masing-masing berkapasitas 400 MW atau 1.600 MW dipastikan telah memasuki masa pensiun tahun ini.
Namun, ia menyebutkan, pemerintah masih belum membongkar bangunan PLTU tersebut karena dikhawatirkan sewaktu-waktu akan masih difungsikan untuk memenuhi kebutuhan listrik di wilayahnya. "Selanjutnya PLN juga menargetkan 52 unit PLTU batu bara akan pensiun dini hingga 2030," kata dia.
Ia menyatakan, pensiun dini PLTU batu bara merupakan bagian dari upaya untuk mencapai target net zero emisi pada 2060. Hal ini mengingat pembakaran energi fosil menghasilkan pembuangan gas rumah kaca yang besar.
Sebagai pengganti PLTU, Perusahaan Listrik Negara tersebut telah mencanangkan penggunaan yang memanfaatkan secara penuh energi baru terbarukan (ETB) dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) periode 2023-2030. RUPTL PT PLN tersebut menargetkan bauran EBT di antaranya dari pembangkit listrik tenaga surya, hidro, panas bumi, hingga biomassa mencapai 31 persen pada 2030.