ESGNOW.ID, JAKARTA -- Sebuah studi dari University of Sydney mengungkap bahwa hutan tropis di Asia mungkin lebih tahan terhadap perubahan iklim dibandingkan perkiraan sebelumnya. Karenanya menurut peneliti, perlindungan terhadap hutan tropis dan hutan dataran tinggi di Asia harus menjadi prioritas.
Rebecca Hamilton, peneliti dan penulis utama studi, mengatakan bahwa dunia terlalu fokus pada Amazon dan hutan boreal sebagai tempat penyimpanan karbon (carbon sink). Padahal, hutan di Asia Tenggara juga dapat menjadi kandidat yang bagus.
Menurut Hamilton, kawasan hutan di Asia Tenggara yang berasal dari zaman Maksimum Glasial Terakhir (lebih dari 19 ribu tahun yang lalu) dicirikan oleh mosaik vegetasi yang sangat beragam, dan termasuk hutan hujan tropis yang berdampingan dengan padang rumput atau sabana.
"Penelitian kami menunjukkan bahwa memprioritaskan perlindungan hutan di atas ketinggian 1000 meter atau hutan pegunungan, bersama dengan jenis hutan kering musiman dapat menjadi penting untuk mencegah sabana di masa depan di hutan hujan Asia," kata Hamilton seperti dilansir Malay Mail, Kamis (28/12/2023).
Untuk mencapai kesimpulan ini, timnya mengkaji analisis dari 59 situs paleo-lingkungan di Asia Tenggara yang beriklim tropis. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana transformasi hutan selama zaman Maksimum Glasial Terakhir.
Butir serbuk sari yang diawetkan di danau menunjukkan bahwa hutan terus ada selama periode ini, di samping padang rumput sabana. Menurut para peneliti, jenis penemuan ini dapat memberikan bukti bahwa hutan pegunungan yang terletak di ketinggian lebih dari 1.000 meter, tetap ada dan bahkan meluas di daerah dataran tinggi. Sementara itu, dataran rendah mengalami evolusi menuju hutan kering musiman, dengan tumbuhan Bawah yang berumput secara alami.
"Bioma hutan terbuka 'hibrida' ini memberikan alternatif terhadap ekologi biner yang saat ini diterima di kawasan ini, sekaligus memberikan wawasan baru mengenai ketahanan ekologi untuk hutan tropis di Asia Tenggara dan sekitarnya," demikian kesimpulan tim Dr Hamilton.
Dalam menghadapi perubahan iklim, hutan tropis dunia semakin disorot, dan para ilmuwan mengamati dengan seksama evolusinya. Pada Juli 2021, para ilmuwan NASA membuat indeks untuk menilai dampak pemanasan global dan eksploitasi manusia terhadap hutan tropis terbesar di dunia.
Diterbitkan dalam jurnal One Earth, hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa zona hutan hujan tropis utama di dunia seperti Amazonia, Congo Basin, Kalimantan dan lainnya memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda-beda terhadap deforestasi dan perubahan iklim. Sejak tahun 1990-an, 15 hingga 20 persen hutan tropis telah ditebang, dan 10 persen lainnya rusak akibat kebakaran.