Senin 12 Feb 2024 20:38 WIB

Walhi: Kita Butuh Upaya Kuat dari Presiden yang akan Datang Cegah Deforestasi

Walhi menyebutkan bahwa dampak deforestasi di Indonesia tidak main-main.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Foto kawasan hutan yang rusak akibat pembukaan lahan di perbukitan Sungai Pisang, Bungus, Padang, Sumatera Barat.
Foto: ANTARA FOTO
Foto kawasan hutan yang rusak akibat pembukaan lahan di perbukitan Sungai Pisang, Bungus, Padang, Sumatera Barat.

ESGNOW.ID,  JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mencatat bahwa deforestasi masih menjadi masalah yang besar di Indonesia. Menurut catatan WALHI, selama sembilan tahun terakhir (2013-2022) seluas 4,5 juta hektar hutan Indonesia mengalami deforestasi.

Total luas kawasan hutan yang diizinkan untuk dieksploitasi atau dialihfungsikan selama era Presiden Joko Widodo mencapai 1,4 juta hektar, melalui penerbitan 190 izin. Angka tersebut memang lebih kecil jika dibandingkan dengan rezim sebelumnya, namun menurut Uli, hal itu bukan karena adanya upaya yang kuat dari pemerintahan Jokowi untuk mencegah deforestasi hutan.

Baca Juga

Selain itu, kata Uli, deforestasi juga dapat kian memperparah krisis iklim. Hutan memiliki kemampuan untuk menyerap emisi yang dilepaskan oleh industri, pertambangan dan lainnya, sehingga jika luasan hutan berkurang dan hilang, emisi tidak akan terserap dan membuat kondisi bumi kian memanas.

“Jadi memang dampak dari deforestasi itu enggak main-main, dan kita membutuhkan upaya yang lebih kuat dari pemerintah dan presiden yang akan datang dalam mencegah deforestasi,” tegas Uli, dalam konferensi pers di Kantor Walhi Jakarta, Senin (12/2/2024).

Walhi mencatat bahwa tidak ada satupun pasangan Capres-cawapres dan koalisi pendukungnya yang secara keseluruhan peduli terhadap isu lingkungan. Semua partai politik terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam penghancuran hutan serta dampak-dampak ekologis yang harus ditanggung oleh rakyat.

Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi, Uli Arta Siagian, menjelaskan bahwa jejak penghancuran ini dapat dilacak dari besarnya penerbitan izin sektor kehutanan serta pelepasan Kawasan hutan yang terjadi.

“Rezim SBY yang merupakan ketua partai Demokrat saat itu, melalui kedua Menteri Kehutanannya yaitu MS Kaban, ketum PBB saat itu, dan Zulkifli Hasan yang saat itu menjabat ketum PAN, menerbitkan izin kehutanan sebesar 21,9 juta hektar. Lalu di era Golkar berkuasa (Soeharto dan Habibie), seluas 10 juta hutan yang telah diserahkan kepada korporasi untuk dihancurkan,” jelas Uli.

Ia mengkritik sejumlah kebijakan di era Jokowi yang tidak pro lingkungan hidup. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain Undang-undang No 6 Tahun 2023 Tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja; Undang-undang No 3 Tahun 2020 Tentang Mineral dan Batubara; Undang-undang No 11 Tahun 2019 Tentang KPK; Undang-undang No 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara.

Lalu Undang-undang No. 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara; Perpres 98 Tahun 2021 Tentang Nilai Ekonomi Karbon; Perpres 14 Tahun 2024 Tentang Penangkapan dan Penyimpanan Karbon atau Carbon Capture and Storage (CCS); PP 64 Tahun 2021 Tentang Badan Bank Tanah, dan lainnya.

“Penerbitan paket kebijakan yang meliberalisasi sumber-sumber penghidupan rakyat, juga merupakan langgam yang dulu dilakukan oleh Soeharto,” tegas Uli.

WALHI juga mengatakan bahwa deforestasi masih menjadi masalah yang besar di Indonesia. Menurut catatan WALHI, selama sembilan tahun terakhir (2013-2022) seluas 4,5 juta hektar hutan Indonesia mengalami deforestasi.

Total luas kawasan hutan yang diizinkan untuk dieksploitasi atau dialihfungsikan selama era Presiden Joko Widodo mencapai 1,4 juta hektar, melalui penerbitan 190 izin. Angka tersebut memang lebih kecil jika dibandingkan dengan rezim sebelumnya, namun menurut Uli, hal itu bukan karena adanya upaya yang kuat dari pemerintahan Jokowi untuk mencegah deforestasi hutan.

Selain itu, kata Uli, deforestasi juga dapat kian memperparah krisis iklim. Hutan memiliki kemampuan untuk menyerap emisi yang dilepaskan oleh industri, pertambangan dan lainnya, sehingga jika luasan hutan berkurang dan hilang, emisi tidak akan terserap dan membuat kondisi bumi kian memanas.

“Jadi memang dampak dari deforestasi itu enggak main-main, dan kita membutuhkan upaya yang lebih kuat dari pemerintah dan calon presiden yang akan datang dalam mencegah deforestasi,” tegas Uli.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement