ESGNOW.ID, ABU DHABI -- Para menteri energi, pemimpin industri, pemimpin perusahaan dari sekitar 144 negara dijadwalkan menghadiri sidang majelis umum ke-14 Badan Energi Terbarukan Internasional (Irena) di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA), Rabu (17/4/2024), untuk memetakan solusi dalam peningkatan signifikan kapasitas energi terbarukan.
Direktur Jenderal Irena Francesco La Camera dalam paparan awalnya di Abu Dhabi, Selasa, sebelum pelaksanaan sidang majelis umum Irena, mengatakan transisi energi global sejauh ini terakselerasi cukup cepat, namun belum sejalan dengan target yang ditetapkan pada 2030 sebagaimana Perjanjian Paris.
Camera juga menyoroti distribusi dari energi terbarukan global, —sebagai bagian dari transisi energi—, yang tidak merata dan berdampak pada ketertinggalan negara-negara Selatan Global (Global South).
“Kita membutuhkan sebuah koreksi langkah secara global yang mendesak untuk mengatasi kesenjangan yang semakin besar ini, atau kita akan mengambil risiko atas tujuan iklim kolektif, untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan pada tahun 2030, menjadi mudah untuk tidak tercapai,” ujar Camera.
Berdasarkan laporan Irena per akhir Maret 2024, kapasitas energi terbarukan di dunia tumbuh pesat sepanjang 2023 seiring penambahan 473 gigawatt pada sektor pembangkitan listrik, di mana Asia menjadi penyumbang mayoritas.
Namun peningkatan itu belum cukup untuk mengejar target 7,2 terawatt energi terbarukan hingga 2030, merujuk pada dokumen Transisi Energi Outlook dari Irena. Hal itu untuk menjaga skenario kenaikan rata-rata suhu bumi tak lebih dari 1,5 derajat celsius.
Karena itu, kata Camaro, Sidang Majelis Umum Irena yang ke-14 ini dapat memberi kesempatan untuk memprioritaskan kerja sama kolektif dunia guna mengatasi permasalahan struktural dan hambatan sistemik yang membendung progres transisi energi dunia.
Sidang Majelis Umum ke-14 Irena dengan tema “Hasil COP28: Infrastruktur, Kebijakan, dan Kemampuan untuk Meningkatkan Energi Terbarukan Tiga Kali Lipat dan Mempercepat Transisi Energi” akan dipimpin Menteri Infrastruktur Rwanda Jimmy Gasore.
Gasore menekankan transisi energi bukan hanya tentang perubahan teknologi tetapi juga perubahan tentang memastikan kesetaraan dan keadilan.
“Saat kita berkumpul di Abu Dhabi, mari kita memanfaatkan untuk menyelenggarakan Sidang Majelis Umum Irena untuk memastikan manfaat energi transisi dapat diakses secara universal, dengan memprioritaskan kebutuhan kelompok yang paling terpinggirkan,” ujarnya.
Dalam Sidang Majelis Umum Irena, Rabu, turut akan menjadi panelis, antara lain, Menteri Energi Azerbaijan Parviz Shahbazov. Adapun Azerbajian akan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi Iklim Conference of the Parties (COP) 29 pada November 2024.
Kemudian panelis dalam sidang umum Irena, Rabu esok, antara lain Wakil Menteri Energi & Perminyakan UEA Sharif Al Olama, Komisioner Energi Uni Eropa Kadri Simson, dan para pelaku industri serta pemimpin usaha seperti CEO Acciona, Jose Manuel Entrecanales, CEO Masdar, Mohamed Jameel Al ramhi dan lainnya. Perwakilan Indonesia dalam rangkaian Sidang Umum ke-14 Irena, dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana.
Sidang Umum Irena juga ditujukan untuk mengamplifikasi hasil KTT Iklim atau COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), November 2023 yang disebut-sebut bersejarah dan menandai awal dari berakhirnya era bahan bakar fosil (the beginning of the end of the fossil fuel era). Dalam COP28, lahir komitmen global, atau dikenal juga Konsensus UEA, untuk meningkatkan tiga kali lipat energi terbarukan pada 2030 guna menjaga skenario kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 1,5 derajat celcius.
Untuk menjaga skenario itu, Irena merekomendasikan peningkatan pendanaan secara besar-besaran dan kolaborasi internasional yang kuat untuk mempercepat progres transisi energi dengan menempatkan negara-negara berkembang sebagai prioritas utama.
Investasi yang melimpah diperlukan dalam jaringan, tenaga pembangkit, fleksibilitas dan penyimpanan energi. Jalur menuju peningkatan kapasitas energi terbarukan sebanyak tiga kali lipat pada tahun 2030 memerlukan penguatan kelembagaan, kebijakan, dan keterampilan.