ESGNOW.ID, DENPASAR -- Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan upaya konservasi wilayah laut menggunakan pendekatan kesatuan antara ekosistem pesisir. Seperti kawasan rawa pasang surut (tidal marsh), padang lamun, serta mangrove.
"Mangrove tidak akan bisa hidup kalau tidak ada tidal marsh yang serapan karbonnya lebih tinggi dan dia tidak boleh diganggu. Kemudian karena dia ada tidal marsh, mangrove bisa hidup dan dia terkoneksi padang lamun," ujar Trenggono ketika ditemui usai diskusi dalam rangka Tri Hita Karana - World Economic Forum di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura-Kura Bali, Ahad (19/5/2024).
Trenggono mengatakan, dalam perluasan kawasan konservasi perairan, yang ditargetkan mencapai 30 persen dari total area laut tanah air pada 2045, wilayah pesisir dengan potensi penyimpanan dan penyerapan karbon juga turut menjadi perhatian. Termasuk di dalamnya ekosistem rawa pasang surut, padang lamun dan mangrove, hal itu mengingat beragam ekosistem itu memiliki keterkaitan satu dengan lainnya.
Trenggono dalam kesempatan itu juga menekankan bahwa perluasan kawasan konservasi perairan merupakan salah satu kebijakan ekonomi biru (blue economy) yang terus diperkuat pemerintah untuk mendukung pemberdayaan sumber daya laut yang berkelanjutan. Dengan menargetkan sekitar 97,5 juta hektare area lautan menjadi kawasan konservasi pada 2045, maka berpotensi memberikan perlindungan lebih kepada ketiga ekosistem tersebut dan juga terumbu karang.
Potensi penyerapan karbon juga menjadi perhatian Indonesia, dengan terdapat potensi penambahan sektor dalam dokumen iklim Nationally Determined Contribution (NDC) kedua yang saat ini tengah dipersiapkan oleh Pemerintah Indonesia.
Ekosistem pesisir dan laut dilihat memiliki potensi yang sama bersama sektor kehutanan dan penggunaan lahan, industri, energi, pertanian serta limbah dalam upaya mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) nasional.
Menanggapi hal tersebut, Trenggono memastikan pihaknya terus melakukan koordinasi dalam bidang konservasi perairan. "Ya itu semua. Kita rapat terus dan kita evaluasi terus, lalu undang-undangnya seperti apa, aturannya seperti apa kita evaluasi," demikian Trenggono.