Kolaborasi mengelola sampah dilakukan Aqua di sejumlah daerah. Di tempat lain, Jeffri menerangkan kolaborasinya bisa berbeda-beda tergantung situasi dan kondisi.
“Di Likupang yang juga destinasi wisata seperti Labuan Bajo, kolaborasinya bukan RBU tapi berupa bank sampah. Karena dari hasil assesment, cocoknya bank sampah,” kata Jeffri.
Sampah yang dikumpulkan Aqua kemudian diproses kembali untuk menjadi bahan produknya. Saat ini seluruh AMDK yang berbentuk botol sudah menggunakan plastik campuran daur ulang dengan persentase berbeda-beda.
Seluruh botol kemasan Aqua menggunakan hingga 25 persen plastik hasil daur ulang. Baru di Bali tersedia botol kemasan yang plastiknya sudah 100 persen dari daur ulang.
“Masalahnya ada juga di edukasi, edukasi bisa meningkatkan volume produksi botol dengan persentase plastik daur ulang lebih tinggi. Karena terkait harga. Pada akhirnya edukasi akan meningkatkan volume produksi, karena demand untuk produk lebih ramah lingkungannya lebih ada,” kata Jeffri.
Ke depan upaya untuk meningkatkan penggunaan bahan daur ulang di kemasan minuman botol terus ditingkatkan. Jeffri mengatakan, targetnya harus naik sampai minimal 50 persen.
Karena itu Aqua terus berupaya meningkatkan target pengumpulan sampahnya untuk diolah kembali menjadi plastik daur ulang. “Dari segi lingkungan in the end kalau tidak ada material yang bisa kita jual ke konsumen, ya, nanti mau pakai apa. Makanya ini perspektif yang sangat penting,” kata Jeffri.