Senin 03 Jun 2024 09:45 WIB

All Eyes On Papua: Gerakan Solidaritas Selamatkan Hutan Adat di Bumi Cenderawasih

Hutan adat ini juga menjadi habitat bagi flora dan fauna endemik Papua

Red: Satria K Yudha
Masyarakat adat Papua Barat melakukan aksi unjuk rasa menentang ekspansi kelapa sawit yang mengancam hutan mereka, di depan gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (27/5/2024).
Foto:

Perwakilan masyarakat adat Moi Sigin pun melawan dengan mengajukan diri sebagai tergugat intervensi di PTUN Jakarta pada Desember 2023. Setelah hakim menolak gugatan itu awal Januari lalu, masyarakat adat Moi Sigin mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung pada 3 Mei 2024.

“Saya mendesak Mahkamah Agung memberikan keadilan hukum bagi kami masyarakat adat. Hutan adat adalah tempat kami berburu dan meramu sagu. Hutan adalah apotek bagi kami. Kebutuhan kami semua ada di hutan. Kalau hutan adat kami hilang, mau ke mana lagi kami pergi?” kata Fiktor Klafiu, perwakilan masyarakat adat Moi Sigin yang menjadi tergugat intervensi.

Masih menurut keterangan Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua,  keberadaan perkebunan sawit disebut akan merusak hutan yang menjadi sumber penghidupan, pangan, air, obat-obatan, budaya, dan pengetahuan masyarakat adat Awyu dan Moi. Hutan tersebut juga habitat bagi flora dan fauna endemik Papua, serta penyimpan cadangan karbon dalam jumlah besar.

photo
Masyarakat adat Papua Barat dan aktivis lingkungan memegang spanduk bertuliskan Papua bukan tanah kosong saat unjuk rasa menentang ekspansi kelapa sawit yang mengancam hutan mereka di depan gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (27/5/2024). - (EPA-EFE/ADI WEDA)

 

Operasional perkebunan sawit dikhawatirkan memicu deforestasi yang akan melepas 25 juta ton CO2e ke atmosfer, memperparah dampak krisis iklim di Tanah Air.

“Majelis hakim perlu mengedepankan aspek keadilan lingkungan dan iklim, yang dampaknya bukan hanya akan dirasakan suku Awyu dan suku Moi tapi juga masyarakat Indonesia lainnya,” kata Tigor Hutapea, anggota tim kuasa hukum suku Awyu dan Moi dari Pusaka Bentala Rakyat.

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Sekar Banjaran Aji, mengatakan bahwa perjuangan suku Awyu dan Moi adalah upaya terhormat demi hutan adat, demi hidup anak-cucu mereka hari ini dan masa depan, dan secara tidak langsung kita semua. "Kami mengajak publik untuk mendukung perjuangan suku Awyu dan Moi dan menyuarakan penyelamatan hutan Papua yang menjadi benteng kita menghadapi krisis iklim.”

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement