ESGNOW.ID, COPENHAGEN -- Pemerintah Denmark mulai 2030 akan mengenakan pajak emisi karbon bagi eksportir daging babi dan pangan yang dihasilkan dari perternakan. Jika terealisasi, Denmark menjadi negara pertama yang mengenakan pajak CO2 pada hewan ternak dan berharap diikuti negara lain.
Pajak itu pertama kali diusulkan pada Februari lalu oleh pakar yang ditunjuk pemerintah untuk membantu Denmark mencapai target untuk memangkas emisi gas rumah kaca pada tahun 2030 sebanyak 70 persen dari tingkat tahun 1990. Target ini mengikat secara hukum.
Pemerintah yang berhaluan moderat mendapatkan kompromi dari petani, industri, serikat buruh dan organisasi lingkungan mengenai kebijakan yang berhubungan dengan peternakan pada Senin (24/6/2024) malam. Sektor peternakan merupakan sumber emisi CO2 terbesar Denmark.
"Kami akan menjadi negara pertama di dunia yang memperkenalkan pajak CO2 pada pertanian sesungguhnya. Negara lain akan terinspirasi dengan ini," kata Menteri Perpajakan Jeppe Bruus dari Partai Demokrat Sosial, Selasa (25/6/2024).
Walaupun harus mendapat persetujuan dari parlemen, pengamat politik memperkirakan undang-undang ini akan diloloskan karena mendapat banyak dukungan. Kesepakatan ini mengusulkan pada tahun 2030 mendatang pemerintah mengenakan pajak sebesar 300 crown atau 43,16 dolar AS per ton CO2. Lalu naik menjadi 750 crown pada 2035.
Peternak akan berhak insentif pemotongan pajak pendapatan sebesar 60 persen, yang artinya biaya aktual per ton akan mulai dari 120 crowns dan meningkat menjadi 300 crowns pada tahun 2035, sementara subsidi akan disediakan untuk mendukung penyesuaian dalam operasi peternakan.
Kepada lembaga penyiaran publik DR, Menteri Urusan Ekonomi Denmark Stephanie Lose mengatakan pajak tersebut dapat menambah biaya tambahan sebesar 2 crown per kilogram (2,2 pon) daging sapi cincang pada tahun 2030. Harga daging sapi cincang dijual mulai dari sekitar 70 crowns (sekitar Rp 1,5 juta) per kilo di toko-toko diskon Denmark.
Para peternak Denmark menyatakan khawatir target iklim negara tersebut dapat memaksa mereka menurunkan produksi dan memangkas lapangan kerja. Akan tetapi, mereka mengatakan kebijakan ini memungkinkan mereka untuk mempertahankan bisnis mereka.
Kebijakan serupa sebetulnya sempat ingin diterapkan negara lain, yaitu. Selandia Baru. Akan tetapi, Selandia Baru membatalkan rencana untuk memberlakukan pajak serupa bulan ini setelah menghadapi kritik dari para peternak.