ESGNOW.ID, PRABUMULIH -- Masyarakat Kota Prabumulih, Sumatra Selatan, mendapat manfaat langsung dari adanya program Rindu Resik (Rumah Inovasi Daur Ulang Sampah Plastik Residu Anorganik) yang digagas Pertamina EP. Tak hanya dari aspek lingkungan, tapi juga secara ekonomi.
Lina Heriani, warga Talang Sako, Sukajadi, Prabumulih Timur sehari-hari beraktivitas di tempat pembuangan akhir (TPA) di Kelurahan Sungai Medang, Kecamatan Cambai, Prabumulih itu. Ia dan rekan-rekannya memilah sampah plastik untuk didaur ulang.
Ia mengaku mendapatkan pemasukan minimal Rp 400 ribu per pekan dari aktivitas ini. "Kami memungut sampah yang disetor, lalu dibawa ke mesin untuk didaur ulang. Pendapatan Rp 400 ribu per pekan, terkadang lebih," kata wanita berusia 39 tahun ini di Prabumulih, Rabu (11/9/2024).
Pun demikian dengan Nurlaela. Ia dan suaminya juga melakukan kegiatan serupa. Mereka bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari setelah mengais rejeki di Rindu Resik itu.
Bahkan, kata dia, sampai ada yang bisa disisihkan. Artinya, tidak semua habis terpakai untuk memenuhi kebutuhan harian. "Kelebihan, bisa kumpul beli batu, pasir semen, bantu-bantu buat rumah," ujar Nurlaela.
Ia bekerja selama enam hari dalam sepekan. Ketua kelompok Program Rindu Resik binaan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) Zona 4 Prabumulih Field, Romdoni menceritakan hal serupa. "Ada yang renovasi rumah. Ada yang mengambil motor, yang masih bujang-bujang," ujarnya.
Dalam sehari, lanjut Romdoni, para pekerja tersebut bahkan ada yang mendapat upah sampai Rp 100 ribu. Kendati ini tidak terjadi setiap saat. Pusat Daur Ulang di Sungai Medang, Prabumulih itu mengelola 3-5 ton sampah plastik per hari.
Manfaat lainnya, berguna untuk membuat lingkungan lebih bersih. Program Rindu Resik mampu memproduksi 500 pcs per tahun l getah ecofriendly. Kemudian 1.560 ton per tahun sampah anorganik jenis plastik residu terolah. Lalu 12.375 ton CO2eq pe tahun emisi gas rumah kaca berhasil diturunkan.
Selanjutnya, 30 orang pemulung mengalami peningkatan pendapatan. Ada potensi penghematan wadah getah plastik Rp 30 juta per tahun. Lalu tiga titik tempat pembuangan akhir (TPA) ilegal berhasil ditutup.