ESGNOW.ID, WASHINGTON -- Lembaga penelitian dampak perubahan iklim, Climate Central, dalam kajian terbarunya menyebutkan bahwa meningkatnya jumlah badai di Atlantik akibat memanasnya permukaan laut yang memecahkan rekor. Dalam penelitian yang dirilis Rabu (20/11/2024), Climate Central mencatat sejak tahun 2019, suhu yang lebih hangat telah mendorong rata-rata kecepatan angin hingga 29 kilometer per jam dan memicu tiga badai Kategori 5.
Lembaga yang berbasis di Amerika Serikat (AS) itu mengungkapkan dua badai Kategori 5 yang mematikan yang dinamakan Helene dan Milton, yang menghantam Florida pada bulan September dan Oktober, tidak mungkin terjadi tanpa adanya perubahan iklim.
Ketua Peneliti Badai Climate Central Daniel Gilford mengatakan, penelitian untuk mengetahui apakah badai tropis menjadi lebih sering terjadi masih terus dilakukan. Namun, katanya, komunitas ilmiah yakin menghangatnya suhu permukaan laut meningkatkan curah hujan dan menyebabkan gelombang badai yang lebih tinggi.
“Meskipun ada faktor lain yang berkontribusi terhadap kekuatan setiap badai, dampak dari peningkatan suhu permukaan laut adalah yang paling menonjol dan signifikan,” katanya.
Ia mengatakan lebih dari 80 persen badai di Atlantik sejak tahun 2019 dipengaruhi suhu laut yang hangat yang disebabkan oleh polusi karbon.
Filipina dihantam badai mematikan keenam dalam satu bulan. Sementara, AS masih dalam masa pemulihan usai diterjang dua badai Kategori 5 pada September dan Oktober lalu.
Ilmuwan mengatakan masih belum jelas bagaimana perubahan iklim mengubah musim badai atau apakah perubahan iklim memicu munculnya empat topan tropis di saat bersamaan di Pasifik Barat, pertama kalinya terjadi sejak 1961.
Para ilmuwan mengatakan memanasnya permukaan laut mempercepat penguapan dan menambah "dorongan" bagi topan tropis, meningkatkan curah hujan dan kecepatan angin. Asesmen terakhir badan perubahan iklim PBB (UNFCCC) yang dirilis 2023 mengungkapkan "keyakinan tinggi" pemanasan global menyebabkan badai semakin intensif.