ESGNOW.ID, DUBAI -- Uni Emirat Arab (UEA) mewajibkan perusahaan-perusahaan memantau dan melaporkan emisi. Kebijakan ini ditetapkan untuk mencapai target nol emisi pada 2050
Legislasi yang mulai berlaku 28 Desember 2024 mewajibkan semua perusahaan dengan emisi karbon dioksida setara dengan 500.000 ton atau lebih per tahun untuk berpartisipasi. Dikutip dari BNN Bloomberg, Kamis (26/12/2024), Uni Emirat Arab yang merupakan tuan rumah Pertemuan Perubahan Iklim PBB tahun lalu, merupakan negara Timur Tengah pertama yang mewajibkan perusahaan-perusahaan untuk mengukur emisi mereka. Langkah mencerminkan tujuan Uni Emirat Arab menjadi pemimpin regional dalam mengatasi perubahan iklim.
Hal ini juga dapat membuka jalan untuk menerapkan sistem untuk menghukum para pencemar dengan sistem cap-and-trade ala Uni Eropa. Tetapi para pembuat kebijakan UEA khawatir memaksa perusahaan-perusahaan untuk melakukan terlalu banyak hal untuk mengatasi emisi mereka akan mendorong perusahaan-perusahaan pindah ke negara-negara tetangga yang tidak memiliki persyaratan seperti itu.
Kekhawatiran ini dapat mencegah UEA mengadopsi langkah-langkah yang paling ketat. Aturan baru ini mencakup apa yang disebut sebagai lingkup 1 dan 2, yang mencakup emisi langsung dari sumber yang dimiliki atau dikendalikan oleh perusahaan, seperti armada truk atau pembangkit listrik, serta polusi dari pembangkitan energi yang dibeli oleh perusahaan, seperti listrik.
Abu Dhabi meluncurkan sistem bagi perusahaan-perusahaan untuk mengukur, melaporkan, dan memverifikasi (MRV) emisi mereka. Emirat-emirat lain belum mengumumkan sistem MRV mereka.
Setelah Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP28) yang diadakan di Dubai, UEA mengambil sejumlah langkah strategis untuk mengatasi tantangan perubahan iklim. Sebagai salah satu negara penghasil minyak terbesar di dunia, UEA menyadari pentingnya transisi menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. UEA menetapkan target ambisius untuk mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) sebesar 40 persen pada tahun 2030. Sebagai komitmen untuk berkontribusi dalam upaya global mengurangi pemanasan global.
UEA berencana untuk mencapai target ini melalui peningkatan efisiensi energi, pengembangan energi terbarukan, dan penerapan teknologi bersih. Setelah COP28, UEA juga fokus mengembangkan sumber energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin.
Proyek Noor Abu Dhabi, salah satu pembangkit listrik tenaga surya terbesar di dunia, menjadi contoh nyata dari upaya ini. UEA berencana untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan hingga 50 persen dari total kapasitas energi nasional pada tahun 2050.
Setelah COP28, UEA memperkuat kebijakan dan regulasi lingkungan untuk mendorong praktik berkelanjutan di sektor industri dan transportasi.
Pemerintah UEA menerapkan insentif bagi perusahaan yang mengadopsi teknologi ramah lingkungan dan mengurangi jejak karbon mereka. Selain itu, UEA juga meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya keberlanjutan melalui kampanye pendidikan dan program pelatihan.