Sabtu 26 Jul 2025 10:00 WIB

China dan Uni Eropa Sepakat Perkuat Kerja Sama Iklim Jelang COP30

Langkah konkret kedua belah pihak jadi sorotan global dalam penanganan krisis iklim.

Rep: Lintar Satria / Red: Friska Yolandha
Pengemudi berada di dalam armada baru bus listrik Transjakarta yang diparkir di Kawasan Monas, Jakarta, Selasa (10/12/2024).  PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) menambah armada sebanyak 200 unit bus listrik baru. 200 armada yang baru diluncurkan hari ini merupakan tambahan dari 100 bus listrik yang sebelumnya telah meluncurkan pada 2023. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan seluruh armada bus Transjakarta akan terelektrifikasi pada tahun 2030 untuk mendukung pencapaian emisi nol (Net Zero Emission) di tahun 2050.
Foto: Republika/Prayogi
Pengemudi berada di dalam armada baru bus listrik Transjakarta yang diparkir di Kawasan Monas, Jakarta, Selasa (10/12/2024). PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) menambah armada sebanyak 200 unit bus listrik baru. 200 armada yang baru diluncurkan hari ini merupakan tambahan dari 100 bus listrik yang sebelumnya telah meluncurkan pada 2023. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan seluruh armada bus Transjakarta akan terelektrifikasi pada tahun 2030 untuk mendukung pencapaian emisi nol (Net Zero Emission) di tahun 2050.

ESGNOW.ID, BEIJING — Isu perubahan iklim menjadi agenda utama Konferensi Tingkat Tinggi China-Uni Eropa di Beijing. Pemimpin kedua pihak sepakat memperkuat keterhubungan pasar karbon, mempercepat transisi energi terbarukan, serta memperluas kerja sama teknologi hijau.

Dikutip dari CGTN, Jumat (25/7/2025) dalam pernyataan bersama, China dan Uni Eropa menegaskan kembali dukungan penuh terhadap Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Persetujuan Paris. Kedua belah pihak berkomitmen untuk menyerahkan rencana dan target pemangkasan emisi yang ditentukan sendiri (NDC) sebelum Pertemuan Perubahan Iklim PBB (COP30) di Brasil bulan November mendatang.

Baca Juga

NDC tersebut berisi rencana dan target pemangkasan emisi hingga tahun 2035 yang mencakup seluruh sektor dan gas rumah kaca. Perlindungan keanekaragaman hayati dan ekosistem rendah karbon juga menjadi sorotan utama di KTT China-Uni Eropa tahun ini.  

Sebelumnya, pada 8–9 Juli 2024, Beijing menjadi tuan rumah lokakarya pelatihan tentang integrasi keanekaragaman hayati. Acara itu dipimpin bersama Anne-Theo Seinen dari Direktorat Jenderal Lingkungan Uni Eropa dan Liu Ning, negosiator utama China untuk Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD).

Lokakarya tersebut membahas perencanaan, pemantauan, pelaporan, hingga rencana kerja jangka menengah dan panjang di bawah Kerangka Keanekaragaman Hayati Global (GBF), sekaligus mengatasi kesenjangan ilmiah.

Untuk pertama kalinya, pelaku sektor keuangan juga diundang untuk mengeksplorasi integrasi isu keanekaragaman hayati dalam kerangka keuangan publik dan ESG, menetapkan target mobilisasi sumber daya, serta mengembangkan pasar kredit berbasis keanekaragaman hayati.

Dari sisi penelitian, Kementerian Sains dan Teknologi China dan Komisi Eropa menandatangani kesepakatan baru mengenai pendanaan penelitian bersama antarpemerintah yang fokus pada perubahan iklim dan keanekaragaman hayati. Kesepakatan ini merupakan tindak lanjut dari pertukaran nota diplomatik pada April 2022.

Sejak dimulai tahun 2015, program kerja sama ini mendukung penelitian dan pengembangan antara universitas, lembaga penelitian, dan pelaku industri di bidang bioteknologi pangan serta inovasi yang menghubungkan iklim dan keanekaragaman hayati. Program ini juga menyediakan dukungan teknologi untuk target netral karbon.

Kemitraan industri hijau antara China dan Uni Eropa juga menunjukkan hasil konkret. Pada 2025, produsen baterai asal Cina, CALB, menginvestasikan 2 miliar euro (sekitar Rp40 triliun) untuk pabrik baterai litium di Portugal. CATL, produsen baterai lain asal China, membangun pabrik besar di Jerman, Hungaria, dan Spanyol.

Konsorsium China juga tengah membangun pembangkit listrik tenaga surya Korlat di Kroasia, yang diperkirakan dapat mengurangi emisi karbon hingga 150.000 ton per tahun.

Sementara itu, perusahaan Jerman, Siemens membuka pusat ekosistem industri pertamanya di Chengdu, Provinsi Sichuan, China barat daya. Perusahaan energi asal Denmark, Danfoss, juga meluncurkan pabrik netral karbon pertama di Nanjing, Provinsi Jiangsu, yang menunjukkan kinerja kuat pada 2024 di sektor pusat data dan penyimpanan energi.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyambut baik kerja sama ini. Ia mengatakan kemitraan antara dua ekonomi terbesar dunia sangat krusial dalam menjadikan COP30 sebagai titik balik dalam penanganan krisis iklim.

Guterres kembali menyerukan seluruh negara anggota G20 agar mengajukan NDC yang ambisius dan selaras dengan target pembatasan suhu 1,5 derajat Celsius pada 2035.

Dari pelatihan kebijakan keanekaragaman hayati, pendanaan riset bersama, hingga kolaborasi industri-teknologi, China dan Uni Eropa membentuk kemitraan hijau yang menyeluruh dan bertingkat.

Ke depan, kedua belah pihak akan memperdalam sinergi dalam pembiayaan hijau, keterkaitan pasar karbon, dan inovasi teknologi untuk memperkuat tata kelola iklim dan ekologi global. 

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement